
MoMMee.org – Setelah berminggu-minggu lamanya berkutat dengan ember, lap pel, celana bau ompol dan kegiatan ganti sprei di tengah malam, memasuki hari-hari kering dan ngga bau pesing membuat hati saya girang bukan kepalang. Kaus oblong & celana longgar, sesederhana itu baju harian si abang setelah lulus latihan; tanpa pospak, tanpa popok kain, tanpa training pants. Hari-hari kering nan nyaman pun dimulai. Walau tugas bersiaga dan konsisten mengingatkan si abang ke toilet, baik saat di rumah atau saat bepergian tetap tak boleh dilupakan. Karena seringkali, penyebab mengompolnya bukan semata tak mampu menahan kemih, lebih karena terlalu asik main dan enggan menjeda aktivitasnya sejenak sekedar untuk ke kamar mandi, kali lain ketika sedang teramat fokus sehingga lambat merespon sinyal kebeletnya, dan baru berlari ke kamar mandi setelah celananya basah.
Dan saatnya mengeksekusi targetan berikutnya dari proses latihan ini. Jika sebelumnya proses latihan umar berfokus pada pengiasaan ketrampilan dan kemandirian, fase paska latihan berfokus pada substansi nilai dari aktivitas yang dilakukannya. Di fase ini, Toilet Training, lebih dari sekedar mengajarkan anak BAB dan BAK pada tempatnya, dan menjaga kebersihan tubuh mereka; dalm prosesnya mereka juga berkenalan dengan konsep aurat yang perlu mereka jaga, melatih diri terbiasa menjaga adab saat di kamar mandi, adab berpakaian, serta konsep tentang suci dan najis, yang mana berkaitan dengan sah-tidaknya shalat mereka kelak.
a) Aurat
Sebagaimana tiap nilai pendidikan yang akan disampaikan ke anak, selalu memiliki momen strategis, yang menjadikan ia lebih mudah diserap dan diterapkan dalam keseharian. Latihan bertoilet juga membuka kesempaan untuk mengenalkan konsep aurat. Dimulai dari memelihara fitrah ‘malu’nya, malu ketika bagian tubuhnya yang pribadi terlihat pandangan orang.
Maka ketika saya membaca artikel artikel seputar potty training, bagian membiarkan anak memilih sendiri sudut rumah yang nyaman untuk ia BAB/K, serta memberikan kelonggaran bagi anak untuk berkeliaran di rumah tanpa celana (agar lebih mudah saat ingin BAB/K), saya lewatkan dari panduan.
Sedari awal latihan, ibu bisa membantu anak agar terbiasa melakukan hajatnya di ruang yag terjaga dari pandangan mata khalayak, tidak harus menutup pintu toilet jika itu membuatnya takut, yang penting anak paham bahwa ia tidak bisa melakukan hajatnya di tempat terbuka.
Dilanjutkan dengan melatihnya membuka dan memakai kembali celananya.
b) Bersuci dari najis
Sembari membiasakan Umar menjaga kebersihan, bisa dikenalkan urgensi kenapa ia perlu menjaga kebersihan. Bahwa kotoran tubuhnya (air seni & tinja) adalah benda yang perlu dibersihkan. Allah suka yang bersih, dan bersih serta suci dari najis adalah syart sah ibadah.
Ajarkan ia membasuh kemaluannya dengan benar, dari depan ke belakang dan dengan menggunakan tangan kiri. Kenapa tangan kiri? Karena demikian rasulullaj mengajarkan, tangan kanan dijaga kebersihannya untuk memegang makanan dan lainnya.
c) Adab
Hal-hal kecil yang tampaknya remeh seringkali terlupakan saat anak sedang berkegiatan di kamar mandi. Padahal untuk pembiasaan, semakin dini dimulai, semakin baik.
Anak bisa mulai mengingat doa masuk kamar mandi, mendahulukan kaki kiri saat masuk-kanan saat keluar, berhemat menggunakan air, serta tidak berlama-lama bermain/bernyanyi/bercakap di kamar mandi.
Walaupun di awal saya sempat menjadikan bernyanyi dan bercerita sebagai pengalihan rasa nervousnya, cara ini tidak perlu digunakan lagi ketika ia mampu mengendalikan rasa takutnya di toilet. Tentu saja tidak bisa kita harapkan ia akan menguasai semua materi latihan secara instan. Yang utama adalah pembiasaan, jelaskan yang belum ia tahu, dan luruskan jika keliru.(*)