
MoMMee.org – Toilet Training: on Progress. Di tengah suasana yang tenang, anak-anak sedang asik bermain, tiba-tiba tercium aroma tak sedap, atau malah anak berlari melompat ke pangkuan kita dengan celana basah!
- Latihan BAB di toilet saat siang hari
- Latihan BAB di toilet saat tidur malam
- Latihan BAK di toilet saat siang hari
- Latihan BAK di toilet saat tidur malam
3. Ketika anak belajar mengkomunikasikan keinginannya BaB/BaK
4. Ketika anak berlatih ke kamar mandi sendiri (buka-pasang celana, istinja dengan pengawasan)
Apakah prosesnya lancar jaya?
Tentu TIDAK, #bangga
Walaupun ada sebagian ibu yang diberkati dengan anak yang lekas siap dan merespon positif latihan toiletnya, dan saya turut berbahagia bersama mereka, saya sama sekali tidak menyesali proses umar yang penuh liku nan berkepanjangan. Selama proses training, beragam dinamikanya akan dialami ibu dan anak. Mulai dari dilema saat berpergian sedangkan anak belum lulus latihan, perlu tidaknya bantuan training pants atau clodi, perlu atau tidaknya pispot terpisah untuk anak.
Training saat berpergian
Untuk saat-saat bepergian, di masa awal saya mencoba untuk tidak memakaikan Umar pospak dan konsisten untuk mengajaknya ke toilet. Beberapa kali itu berjalan lancar sampai saya sadar bahwa ada masa-masa ketika umar terlalu banyak minum atau terlalu lelah, oto berkemihnya tidak mampi berlama-lama menampung cairan, yang artinya dia bisa berkemih sekitar 15-29 menit sekali. Ini terasa menyita energi sekali saat sedang berada di luar rumah dengan letak toilet yang entah dimana, dan waktu bepergian yang justru tersita untuk menemaninya bolak-balik ke toilet umum. Akhirnya, saya berdamai dan memakaikan pospak saat keluar rumah, pun saya sadar berarti ini sama saja dengan meng-undo lroses yang sudah berjalan sejauh ini.
Untuk anak dengan durasi berkemih yang normal, sekitar 60-90 menit sekali, Solusi paling aman adalah membawa setumpuk celana bersih, dengan pospak sebagai senjata terakhir. Atau malah tidak bepergian jauh sampai anak betul-betul lulus Latihan. Dan jikapunbepergian, pastiman ia pergi dengan tangki kosong, dan tetap ingatkan untuk ke kamar mandi pada jadwal jadwal berkemihnya.
Training pants
Di awal saya membekali diri dengan setengah lusin training pants, pun ternyata sepanjang proses latihan sensasi basah yang dijual training pants ini tidak terlalu membantu umar untuk melapor saat BAK. Training pants malah membuat umar aman dengan air seninyang tertampung dan justru tidak terdeteksi saat BaK. Terlebih, desain celana yang fit di paha membuat umar kesulitan belajar melepas dan memasang celananya sendiri.👖🚽
Potty training dengan WC jongkok
Bagi sebagian ibu yan toilet rumahnya tipe jongkok, boleh jadi merasa bingung bagaimana mengajak anak berjongkok di wc yang biasanya terlalu lebar untuk anak usia 18-24 bulan. Dan alat tambahan yang banyak dijualpun adalah potty seat untuk toilet duduk. Apa perlu ganti tipe toilet agar anak lebih mudah belajar? Silahkan sesuaikan dengan selera masing-masing. Berhubung saya tidak mengganti toilet rumah dengan yang duduk, maka Umar saya aja jongkok hanya pada salah satu sisi pijakan toilet, dengan menghadap tembok. Percobaan pertama kali boleh jadi terasa aneh dan menakutkan bagi mereka, maka ibu bisa membantu dengan menjadikan suasan di toilet menyenangkan, bisa dengan bercerita singkat, lagu-lagu singkat, sehingga mengalihkan anak dari rasa nervous yang justru membuatnya susah BAB.🎧🎧😄
Saat proses berjalan Mundur
Ada satu dua masa selama latihan, anak yang sudah bisa pergi ke toilet sendiri untuk BaK mendadak kembali mengompol, hal ini juga dialami oleh Umar. Bahkan Umar yang sudah bisa lapor untuk BaK, mendadak lebih suka melakukannya di celana, di hadapan saya!!
Masa seperti ini berarti titik balik untuk evaluasi ibunya, maka sayapun menilik kebelakang, dan menemukan diri saya yang terlalu keras bereaksi atas tiap kecelakaan yang umar lakukan. Dan sikap umar yang mendadak menolak BaB di WC, disebabkan saya yang selama beberapa hari mengantarnya dengan tidak ikhlas ke kamar mandi di tengah malam, sehingga menjadikannya enggan untuk meminta saya mendampinginya ke toilet. Saya yang kecewapun kembali menyikapinya dengan tidak bijak, marah untuk penolakannya pergi ke WC. Sayangnya, semakin ditolak, justru ia semakin berkeras. Walhasil saya hanya bisa pasrah dan membantunya bersih-bersih saat kecelakaan Bab terjadi. Saya lakukan semua dalam diam, tanpa marah tanpa keluh kesah. Umarpun bertanya, apa tidak apa-apa BaB di celana? Ibu tidak marah?
Saya jawab tidak apa-apa karena sudah terlanjur, pun saya akan lebih senang dan umar akan jadi lebih bersih jika melakukannya di toilet. Di saat tidak ada lagi penolakan dari saya itulah umar justru kembali ke kemajuan yang dicapainya, tidak pagi BAB di celana, dan bahkan berani BaN tanpa didampingo. Alhamdulillah 😇😄
“It’s okay to take a break!”
Jiwa-raga yang lelah selama proses membuat sumbu saya lebih pendek, mudah bicara dehgan nada tinggi nan frustasi. Sayangnya itu malah memundurkan proses, tertekannya anak justru memicunya mengompol dan berpotensi memicu trauma. Maka di saat itu saya mencoba merasionalkan diri dan mengambil rehat sejenak. Saya biarkan umar mengompol, lantas baru setelahnya mengajaknya bersih-bersih di kamar mandi. Atau kadang saya kembali pakaikan pospak saat jenuh. Jelas hal ini tidak membawa kemajuan proses latihan, tapi setidaknya mampu menistirahatkan jiwa sya dan mengumpulkan energi untuk melanjutkan proses berikutnya. Yang ternyata dari proses ini Umar belajar mengenali tanda-tanda kebelet, dan belajar memberitahukan saya saat ingin BaK. Sudah luluskah Umar? Belum, tapi kemajuannya membuat saya bersyukur, Durasi kering Umar bertambah lama, mulai dari hanya 20 menit, lanjut per 30 menit, lanjut hingga 1-2 jam masa keringnya.. Yeay,💪🏼😎
Pospak saat Malam hari
Maju-mundurnya proses latihan umar mau tidak mau membuat saya kembali harus restok pospak demi menjaga ‘kewarasan’ bersama. Umar yang sedang melalui fase negativis kerap kali menolak diajak ke kamar mandi, belum lagi challenging behaviour lainnya yang membuat saya mau tidak mau memgalihkan fokus. Karena pemaksaan hanya menghasilkan stress kami bersama dan justru menjadikan kemajuan yang sudah dicapai, mundur semakin jauh. Maka saya berdamai dengan kenyataan dan memaksa diri ‘training with love‘, (ceritanya mau ikutan weaning with love😜), berusaha tutup telinga sama progres sebayanya umar yang jauh lebih pesat, lebih kering, dst. Saya biarkan umar menikmati waktunya “berbasah-basah” sampai ia siap dan rela ke kamar mandi sendiri, dengan pengingatan tentunya. Dan sayapun membekali diri dengan membeli beberapa pull up clodi untuk bepergian, agar tak perlu lagi merestok pospak yang cukup menguras anggaran.
Ini pengalaman subyektif penulis saat menjalani latihan bertoilet anak pertamanya dan ditulis dengan tujuan berbagi pengalaman, bukan panduan baku tentang apa yang harus dilakukan selama proses pelatihan. Boleh jadi orangtua lain menjalani proses yang berbeda denan tantangan yang berbeda. Happy reading!