
MoMMee.org – Pagi ini 9 November 2014 saya dan keluarga menyempatkan diri untuk memenuhi undangan hadir dalam seminar yang diadakan Adara Relief International. Adara merupakan organisasi yang objek kegiatannya difokuskan menangani anak dan perempuan di Palestina. Saat ini Adara mengadakan program “Gerakan Anak Indonesia Cinta Palestina” bagi anak usia sekolah dasar seluruh Indonesia. Program ini bertujuan agar anak Indonesia mengenal, memahami dan mencintai Palestina, dan memunculkan kesadaran mengenai penjajahan dan penderitaan yang dialami bangsa Palestina. Melalui persoalan yang terjadi di Palestina, Adara ingin menumbuhkan kesadaran kepada anak-anak mengenai kecintaan terhadap bangsanya sendiri yaitu Indonesia. Pembelaan dan penolakan anak-anak Indonesia terhadap penjajahan yang dilakukan terhadap negara Palestina ditujukan juga untuk memupuk dan menumbuhkan integritas di dalam diri anak.
Saya datang setelah rangkaian acara berjalan beberapa sesi. Menjelang siang tibalah saya di aula Gedung Indosat Jakarta. Saya mendapatkan goodie bag berisi: handout makalah mengenai Palestina, profil dan program Adara, serta lembaga sejenis lainnya yang memiliki konsentrasi sama yaitu persoalan kemanusiaan di Palestina, juga mini bendera Palestina & Indonesia untuk dipegang anak-anak. Disampaikan oleh panitia, acara di awal dibuka dengan pembacaan tasmi (hafalan surat) secara berkelompok oleh anak-anak penghafal al-Qur’an dari Tangerang. Alhamdulillah saya tidak ketinggalan sesi acara testimoni anak-anak Gaza yang orang tuanya menjadi korban atas penjajahan Israel.
Ketika talkshow berlangsung dengan keynote speech: Umar, Salim, dan Husein (anak-anak Gaza). Mereka mengutarakan kisahnya dengan menggunakan bahasa Arab yang diterjemahkan dalam notulensi di layar. Kisah yang dibawakan membuat kebanyakan peserta berkaca-kaca. Begitu pula dengan saya, bagaimana tidak mereka dan anak-anak lain seusianya tidak gentar menghadapi para tentara penjajah, berlomba-lomba untuk giat dan semangat menuntaskan hafalan Qur’annya dalam keterbatasan kondisi lingkungan yang sewaktu-waktu mencekam.
Dalam sesi tanya jawab, peserta diarahkan untuk tidak mengungkit kejadian yang menimpa orang tua mereka karena akan membuatnya sedih. Tanya jawab berlangsung dengan variasi pertanyaan antara lain mengenai cara mereka melakukan proses menghafal Qur’an. Walaupun bahasa yang mereka gunakan sehari-hari adalah bahasa Arab, namun tetap saja dalam proses menghafal pengulangan yang terus-menerus (muraja’ah) tetap dilakukan dengan rutin pada jadwal tertentu. Karena menurut mereka menghafal itu mudah, namun dalam menjaganya butuh usaha yang lebih intensif agar hafalan al-Qur’an senantiasa melekat. Ketika ditanya apa pernah merasa bosan dan malas dalam menghafal al-Quran? Mereka menjawab tentu saja pernah merasa malas, apalagi dalam kondisi perang. Akan tetapi karena sudah terpatri dalam diri mereka bahwa dengan al-Qur’an lah mereka bisa melawan Israel, proses menghafal tetap mereka jalankan.
Penuturan mereka seharusnya bisa menjadi motivasi mendalam bagi kita muslim di Indonesia untuk terus semangat menghafal al-Qur’an. Terlebih lagi kondisi di Indonesia cukup kondusif untuk senantiasa belajar dan menuntut ilmu. Setelah sesi tanya jawab dan beberapa seremonial kenang-kenangan dari panitia berlangsung, termasuk foto bersama antara anak-anak penghafal al-Quran 30 juz di jalur Gaza dan ‘jalur’ Tangerang Indonesia, sesi talkshow ini kemudian ditutup dengan doa dari salah satu anak-anak tersebut. Air mata terus berlinang, walau tak semua bahasa Arab yang dibacakan saya paham, tapi mungkin karena aliran ruhiyah yang sangat mendalam. Sampai anak saya bertanya, kenapa bunda menangis? Ternyata rasa haru itupun dialami kanan-kiri saya, terutama ibu-ibu. Hiks.
Rangkaian acara berikutnya adalah dongeng yang dibawakan oleh kak Nina. Anak-anak diminta maju ke depan panggung termasuk kedua anak saya. Tampaknya mereka antusias mendengarkan kisah tentang kondisi anak-anak Gaza di tengah peperangan, terharu, dan tertawa karena diiringi dengan beberapa adegan dan vokal dongeng yang membuat anak-anak terhibur. Karena keterbatasan baterai saya yang low bat dongeng hanya bisa direkam sedikit saja. Itupun berkali-kali diulang anak-anak di rumah sampai hafal tiap ceritanya. Semoga dengan sosialisasi kondisi Gaza Palestina dari sarana dongeng ini yang juga diadakan di sekolah-sekolah, anak-anak menjadi tahu betapa di sana anak seusianya hidup dalam keterbatasan dan suasana yang tidak aman. Tapi semangat itu semoga selalu tercurah ke dalam dada anak-anak Indonesia, bahwa Palestina harus merdeka dari penjajahan.
Setelah rangkaian acara usai, kemudian panitia menutup dengan doa yang juga membuat peserta menangis. Di luar ruangan terdapat beberapa meja yang menggelar bazaar dan merchandise Palestina untuk pengumpulan dana, ada juga kencleng celengan kaleng Adara seharga 10 ribu yang bisa digunakan sebagai sarana sosialisasi dan pembiasaan anak-anak untuk berinfaq kemanusiaan bagi dunia Islam khususnya di Palestina. Semoga acara dan program yang diadakan Adara Relief Internasional dapat menjadi amal shalih yang berkelanjutan dan menambah berat pahala kebaikan. Aamiin. Terima kasih atas undangan yang diberikan kepada MoMMee.(*)