
MoMMee.org – “Umar ngga suka sama ibu!!”
Demikian protesnya saat ‘ditegur’ atas perilakunya yang belakangan teramat ‘perhatiaaaaaan’ pada sepupu kecilnya. Saking perhatiannya, begitu si kecil ata datang, abang umar akan langsung pasang tampang jail dan mengejar ngejar sepupunya, kadang memegangi kaki bayi kecil ini kencang-kencang karena gemas, atau merebut mainannya hanya untuk sekedar membuat bayi ini ‘berbunyi’. Dan yang membuat sakit kepala adalah, tingkah polah si abang ini senantiasa ‘diteladani’ oleh kronco setianya, si kecil hamka. Dan baby Ata ini sukses jadi bulan-bulanan abangnya.
Menjaga 3 balita usia 4, 4, 2, dan bayi 9 bulan bermain bersamaan bukan hal mudah. Karena masing-masing berada di tahap perkembangan berbeda, maka butuh perlakuan yang berbeda pula untuk tiap mereka. Sementara si bayi tak bersalah ini sedang giat-giatnya menjelajah dan eksplorasi, termasuk menjelajah koleksi lego abangnya 😂. Di sisi lain, ada hak-hak para balita yang perlu dihormati. Yang mana para ‘bayi besar’ ini, yang merasakan kehadiran si bayi sebagai ‘ancaman’ terhadap kelangsungan hidup mainan dan karya-karya mereka (yang seringkali figur lego & bongkar pasangnya dipotek lalu dikunyah-kunyah si bayi 😆), semacam godzilla yang hadir memporak-porandakan seisi kota.
Memang benar anjuran syaikh adnan baharits, bahwa sebaiknya tiap anak memiliki wilayah mainnya sendiri, untuk memberi jarak dan menghindari konflik. Tidak dimaksudkan menjauhkan mereka satu sama lain. Pun mereka tetap diberikan kesempatan main bersama, akan lebih sehat jika mereka punya wilayah privat yang menjadi milik mereka sendiri. Sekali-dua kali, masih dimaafkan, dinasehati, dijelaskan bahwa perilakunya itu membuat adiknya tidak nyaman. Sembari sebisa mungkin melindungi si kecil dan memilihkan wilayah bermain yang relatif aman. Saya masih berusaha bersangka baik, bahwa semua itu hanya bentuk perhatian si abang ada adik kecilnya, dan mereka dalam proses membangun hubungan yang sehat. Pun demikian, tetap saja hati was was ketika meninggalkan sang bayi sendiri bersama si abang.
Dan hal ini berlangsung tiap hari. Hingga suatu ketika, umar melakukan sesuatu yang dianggap berbahaya.
Dan ibu, di tengah keruhnya hati dan jenuh menghadapi konflik bersaudara yang tidak ada liburnya, tak sadar meluapkan ekspresi panik sekaligus marah yang tidak semestinya. (Bukan pembenaran, jelas, tapi kadang di dunia nyata, saat hati sedang keruh, reflek lebih cepat bekerja dibanding otak dan segala pertimbangannya)
Mommy’s Burn Out, 🔥⚡️🔥
Umarpun marah, tidak terima dengan perlakuan ibunya. Dan ibupun mumtab, lebih karena kecewa pada dirinya yang lepas kontrol dan menegur umar melebihi porsi kesalahannya. Maka suasana memanas, dialog mandeg. Ibu tak sanggup bicara dan umar tidak siap mendengar. Yang bisa saya lakukan hanya diam, sembari menyerahkan tindak lanjut atas sikap umar ke ayahnya.
Take your time, moms..
Menyendiri sejenak, itu yang dibutuhkan ibu agar bisa menarik nafas lebih panjang dan melihat lebih jernih. Kesendirian yang tidak berlangsung lama, karena langsunh disusul Umar yang atas dorongan ayah dan neneknya, mau tak mau memohon maaf ibu. Pun sadar bahwa akar masalah belum selesai, dan untuk ini perlu pembicaraan lebih lanjut di rumah.
Perdamaian
Dan malam itu, sebelum tidur,
“Bang, memang abang segitu ngga sukanya ya sama ibu?”
“Kok ibu ungkit-ungkit lagi yang tadi? Kan umar udah minta maaf,”
Serunya tak terima, dan terluka.
” Lho, kan ibu ngga marahin abang, ibu cuma tanya. Karena ibu pengen tahu, kenapa abang tega bicara begitu sama ibu.
Ok. Kalau abang ngga mau jawab ngga papa.”
Saya pandangi dia dalam diam,
Sembari mencari jawaban di matanya. Ekspresi marahnyapun mengendur, berganti hidung yang kembang kempis dan mata yang mulai memerah, iapun mulai menangis, sesenggukan ia menjawab, “Habis, tadi ibu ngga baik, marah sama umar,”
“Maafin ibu ya bang, mestinya ibu ngomong baik baik ya. Cara ibu salah tadi..
Tadi ibu bingung gimana cara stop abang dari berbuat begitu ke dedek. Doain ibu tambah sabar ya bang.”
“Umar kan cuma bercanda, bu..”
Jawabnya kekeuh merasa benar.
“Umar, yang namanya bercanda itu kalau dua-duanya senang. Kalau hanya umar yang senang, tapi dek Ata nangis, itu ngusilin namanya, dzholim..”
“Ibu tahu umar sayang dedek,
Tapi kalau itu membahayakan dek Ata, dan menyakiti. Yang akan dicatat dosanya karena tidak mampu menjaga umar itu ibu
Yang akan Allah tanya tentang tiap perbuatan Umar itu ibu, nak..”
“Nanti ibu bisa masuk neraka ya?”
Umar mulai terlihat cemas
“Ibu juga ngga tahu,
Tapi yang jelas ibulah yang akan ditanya sama Allah untuk tiap perbuatan umar.
Kalau Umar baik, Allah sayang Umar, sayang ibu juga. Kita kumpul di surga sama-sama.
Kalau perilaku umar merugikan orang lain, balasan Allah akan sesuai perbuatan kita”
(Umar terdiam, mungkin berusaha mencerna)
“Maafin ibu kalau kadang cara ibu kurang baik ya bang.
Tapi tiap nasehat ibu, itu supaya kita sama sama selamat dari api neraka nak.
Karena ibu sayang umar..
Umar juga boleh jaga ibu, nasehatin ibu.
Kita saling jaga ya?”
Ekspresinya mulai melunak, bibirnya bergetar dan matanya berkaca kaca..
” ibuuu, maafin umar ya buu. Umar terima kok dinasehatin.
Umar sayang ibu, maafin umar bicara kasar ke ibu ya.. Huaaaaa,”
Demikian ujaran maaf si abang di sela sela isak tangisnya. Maaf yang terdengar tulus & penuh penyesalan. Maafin ibumu yang seringkali masih kekanakan ini ya, bang.
————–
Aih, Sedikit malu menuliskannya karena cuplikan kisah diatas secara sadar menyibak aib saya sebagai ibu sebetulnya 😢. Saya sadar, banyak yang harus dievaluasi dari gaya interaksi ibu & Umar, plus stok sabar yang ditambah ketika nasehat tak selalu segera nampak buahnya.
Hikmah yang terlintas dari sini, adalah usaha memahamkan anak, bagaimana memahami maksud dari tiap nasehat orangtua dan lingkungannya, yang boleh jadi ditolak karena tak sesuai ego atau kepentingan mereka.
Dan bahwa sejatinya, sebuah nasehat, apapun bentuknya, adalah bentuk kasih sayang dan usaha menjaga keluarga & orang-orang tersayang dari api neraka.
Interaksi ibu dan anak boleh jadi sering jauuuuh dari ideal. Di titik terendah pertahanan ibu, kurangnya stok kesabaran, dan tak sedikitnga waktu & doa yang diujarkan untuk mampu mencerna nasehat-nasehat ibu.
“.. Sesungguhnya manusia benar-benar dalam kerugian; kecuali mereka yang beramal shaleh, saling menasehati agar kokoh dalam kebenaran, dan saling menasehati dalam kesabaran..”
(Al Ashr 2-3)
Seringkali Anak tak terima, dan ibupun bisa sedih dan terluka. Pun demikian, saling mengingatkan harus terus dilanjuykan. Saling menasehati dalam kesabaran, kebenaran & kasih sayang.
Dan dalam dinamikanya, masing-masing perlu mengingatkan, visi keluarga adalah satu, berkumpul di surga & saling menyelamatkan dari api neraka.
“Wahai orang-orang beriman,
Peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia & batu.. ”
(Q.S at tahrim :6)
Doakan keluarga kecil kami agar senantiasa istiqomah dalam kebaikan, kesabaran & kasih sayang.
Amiin.
#dramamotherhood
#kadangibukhilaf
#prosesmendewasabersama