
MoMMee.org – Menyusui, bagi saya merupakan salah satu anugerah yang terindah dari Allah Azza wa jalla. Teringat kali pertama terjadinya peristiwa inisiasi menyusui dini, kala ananda lahir ke dunia.. “maju majuu teruus hayo naak” dorong ayahnya semangat. Meski akhirnya dibantu karena tak sabar, ia cepat menemukan dan langsung menyusu dengan lahap. Masyaallah. Bagi para ibu, rasa itu tak tergantikan ya? Bagaimana mungkin seorang makhluk hidup Allah ciptakan rizki bagi tubuhnya dari menghisap makanan dari makhluk hidup yang lain. Masya Allah, kuasa Allah. Dan selama 6 bulan lamanya ia hanya bergantung pada air susu ibu. Jadi bagaimana rasanya menyusui, ibu ibu? Indah ya…
Tapi bagaimana rasanya klo ananda udah mulai bergigi, bertaring, atau gatel mau ngunyah segala sesuatu termasuk nipple ibunya? Hehe.. nikmat jos! Bagi ibu bekerja, perjuangan menyusui tentu lebih luar biasa. Sepuluh jempol buat para ibu yang berjuang dengan asi perahnya! Mantabb.. sayangnya ketika saya mulai bekerja lagi di usia ananda yang ke lima belas bulan, dia menolak mentah mentah ASIP saya! Bayangkan.. yang sudah saya perah dan stok di freezer, nyaris semuanya harus berakhir di wastafel.. hiks. Syukurlah saya bekerja di tempat yang sangat ramah ibu menyusui. Ibu dengan anak di bawah dua tahun diperbolehkan istirahat pulang untuk menyusui. Saya manfaatkan itu!
Menuju Weaning
Menyusui itu indah, sampai tiba waktunya untuk menyapihnya di usia yang kedua.. dan ternyata menyapih itu tak mudah. Seperti ibu ibu lainnya di zaman ini (tsaah), saya mengenal istilah WWL atau weaning with love. Dan saya pada akhirnya sepakat dengan salah satu tulisan di web mommee ini, bahwa wwl sesungguhnya bukan berarti kita membiarkan anak kita menyusu sampai dia berhenti sendiri. Kekhawatiran lainnya adalah hal tersebut bukanlah menyapih dengan cinta, tapi memanjakan anak hingga tak berani berpijak di kaki sendiri.
Saya merasakan sulitnya menyapih anak. 2 bulan menjelang anak saya berusia 2 tahun, jurus jurus soundingcoba saya tebarkan. Bahwa dia sudah besar, dan tidak mimik lagi. Saya anggap saja dia paham ya, diajak ngomong bahwa dia sedang puasa menyusu di siang hari,, lalu akan merayakan hari raya ASI tepat di usianya 2 tahun nanti. Perlahan tapi pasti, saya tak lagi pulang ke rumah di jam istirahat siang untuk menyusui.
Tepat di usianya ke dua, saya memberinya hadiah dan mengingatkannya mengenai hari raya ASI. “naah,, kakak umurnya berapa?” ia dengan sigap menunjukkan dua jari “du..waa”
“wah, kakak sudah 2 tahun ya,, kakak sudah besar ya,, tidak mimik lagi,,kakak besar minum dari gee?”
“enggaaak…” jawabnya.
“…lass…” miris muka saya. Hehe..
Hari hari berlalu dengan upaya saya menutup aksesnya menuju aktivitas menyusu. Membuatnya lelah hingga ngantuk sendiri, membacakan cerita, atau bersama ayahnya murajaah sebelum tidur. Kegiatan pengalih ini beberapa kali berhasil. Namun belum ada yang menandingi aktivitas mimik sebelum tidur. Tanpa mimik dia tidak bisa tidur! Dan hanya dengan mimiklah, ia dengan mudah terlelap hingga pagi (dan malamnya masih mencari mimik lagi).
Anak dua tahun tapi mimiknya masih seperti bayi. Hehe. Tangisnya makin keras. ‘tantrum’nya (jika bisa disebut demikian) makin heboh. Setiap malam dilalui dengan drama tangisan anak. Wah.. Neneknya makin tak sabar,, kalo sudah begitu bujuk rayu untuk ‘kasih saja ASI nya’ meluluhkanku.
Dua tahun empat bulan
Dua hari lagi family gathering kantorku berlangsung. Aku mengusahakan agar Anakku sudah berhasil menyapih dirinya. Tujuannya supaya kami dapat melewati semua kegiatan dengan baik dan memanfaatkan kegiatan ini sebagai refreshing keluarga kecil kami. Beragam upaya kami lakukan. Pillow talk terus diperdengarkan sebelum tidur, walau sesekali kalah dengan rasa kantuk yang menyerang Umminya. Membacakan buku cerita, atau menawarkan untuk minum susu pertumbuhan.
Rasa tidak enak mengganggu anggota keluarga lain di rumah dengan tangisannya terkadang membuat kami hampir menyerah. Hal ini berlanjut hingga tiba tanggal 23 desember 2014, hari Fam Gath kantorku.
Pada hari keberangkatan, di dalam Bus setelah bersenang senang tibalah saat ia mengantuk. Susu kotak sudah dihabiskan, namun ia tetap menagih mimic ASI. “ummii.. nenneeen” teriaknya kencang. Waduh.. “sstt..” pun Malam hari di acara puncak pun, saat tiba saat mengantuk, jurus menagih mimik nya muncul. “ummiii.. nenneeen” tak kenal siang, malam dia terus saja menyusu dan menyusu. Di saat saat itu saya segera meng’evakuasi’nya agar menyusu di kamar hotel, menjauh dari tempat kegiatan bersama.
“Karena banyak hal yang hampir mustahil dalam pandangan kita,
namun suatu hal yang niscaya dan mudah saja bagi Allah”
Pada akhirnya anakku dapat menyapih dirinya dari ASI di usia 2 tahun 4 bulan (kurang empat hari, hihi). Setelah melewati berbagai proses bersama, akhirnya ia bisa melepaskan diri dari ASI. Hampir sulit membayangkan sang fans fanatik ASI—begitu kadang aku menyebutnya, dapat melepaskan dirinya dari keinginan menyusu ASI. Salah satu insight yang saya dapatkan adalah jangan pernah menyerah dalam berusaha, dan selalu memohon pertolongan Allah. Karena banyak hal yang hampir mustahil dalam pandangan kita, namun suatu hal yang niscaya dan mudah bagi Allah. Setiap kenikmatan yang Allah titip untuk kita rasakan, diri ini semakin merasa butir butir debu di padang pasir bumi Allah. (*)