
MoMMee.org- Salah satu golongan yang diberikan naungan oleh Allah pada hari dimana tidak ada naungan selain naunganNya, adalah pemuda yang mencintai masjid.
Masjid adalah pusat peradaban ummat. Ia adalah bangunan yang pertama kali dibangun rasulullah SAW ketika pertama kali tiba di Madinah. (Masjid dan pendidikan anak lakil-laki, khalid ay syantut)
Dan memakmurkannya adalah amalan yang dicintai Allah. Terlebih bagi anak laki-laki, ialah satu-satunya tempat yang wajib bagi mereka untuk mendatanginya 5 kali sehari. Yang darisanalah lahir tanggungjawab orangtua dalam menyadarnan fitrah mereka agar siap menjalani perintah tersebut (hadirnya perintah akan suatu amalan, secara tidak langsung juga menghajatkan amal-amal yang membangun kesiapan dalam menjalankan perintah tersebut)
Pun demikian, pada masa dimana peran masjid amat terbatas pada aktivitas ibadah sholat dan pengajian, bukan tugas mudah bagi orangtua untuk menautkan hati anaknya ke masjid, apalagi mendisiplinkannya shalat berjamaah 5 kali sehari. Ditambah dengan isu dan pengalaman beberapa pihak yang mengisahkan betapa tak ramah anaknya masjid yang dikunjungi kanak-kanak mereka, sehingga tak semua dari mereka memiliki keberanian untuk mengajak anak ke masjid.
Shalat berjamaah ke masjid, sebagaimana ibadah-ibadah lainnya, memiliki momen pengajarannya sendiri, yang menghajatkan persiapan baik di diri anak dan pengondisian lingkungannya yang kelak akan menunjang kesiapan anak dalam mengemban perintah tersebut (di fase mukallaf, 12-14 tahun).
Setelah sebelumnya membahasa tentang persiapan dari segi anak & orangtua, selanjutnya dapat mulai membangun kondisi masjid yang ramah anak, agar kelak ketika anak-anak kita hadir di dalamnya akan memberi kesan yang mendalam.
? Membangun Atmosfer Masjid Ramah Anak
DR. Adnan Baharits menyebutkan, “Ketika anak sudah berusia 7 tahun dan ayah sudah memutuskan untuk membawa anaknya ke masjid pada hari tertentu, ayah dianjurkan untuk mempersiapkan suasana masjid pada hari itu untuk menyambut kedatangan anaknya.”
Sepintas, mungkin berlebihan dan berkesan “sok seleb” ketika menjadikan momen kunjungan pertama ke masjid (saat sudah wajib shalat) sebagai sesutu yang istimewa. Tapi bagi saya ini memang momen istimewa, seistimewa saat ia berhasil berkompromi dengan syariat kala masa penyapihan, seistimewa ketika ia dengan berani menyatakan ingin dikhitan karena ingin mengikuti nabinya Muhammad SAW, seistimewa tibanya momen shalat, puasa, dan sedekah pertamanya!
Sepintas remeh temeh memang. Namun jika orangtua pandai menangkap momen, proses penyambutan ini jadi bagian penting dalam membangun self esteem anak, rasa aman dan perasaan diterima oleh masjidnya yang (dengan izin Allah) kelak akan membantu menautkan hatinya kesana.
1️⃣ Mempersiapkan atmosfer bersahabat di Masjid
Salah satu usaha ayah untuk mengondisikan masjid bisa dimulai dari bersepakat dengan imam masjid, muadzin, dan tetangga sekitar untuk menyambut dan kedatangan anaknya. Keramahan penghuni masjid pada saat anak datang kesana untuk pertaman kali akan memberikan kesan kuat yang akan memotivasinya untuk senantiasa shalat di masjid.
Atau dari jauh-jauh hari anak bisa diajak untuk berkenalan dengan bapak marbot masjid, tetangga dekat masjid, muadzin imamnya. Jadi jika suatu hari ia datang kesana, akan semang menemui orang-orang yang dikenalnya.
Catatan : Nah, jadi peer kan buat ayah untuk berakrab akrab sama bapak-bapak DKM masjid! #selftoyor
Sunnatullahnya, anak yang dekat dengan masjid lahir dari ayah yang juga akrab dengan masjidnya. Ada juga sih kasus istimewa, dimana orangtua secara lahiriah biasa aja tapi anaknya pemakmur masjid sejati. (Tapi, ini mah rejeki orangtuanya, ngga bisa untuk pukul rata.)
2️⃣ Jauhkan anak dari segala sesuatu yang bisa membuatnya menjauh & benci ke masjid
Karena sebuah pengalaman akan melekat di ingatan anak beserta emosinya, usahakan beri ia pengalaman yang menyenangkan di masjid. Supaya ketika mendengar dan mengingat masjid, pengalaman menyenangkanlah yang terbayang.
Misalnya, jika kebetulan ada imam yang hobi memperpanjang bacaan sholat tanpa memperhatikan keadaan jamaahnya, ayah bisa berusaha mengingatkan beliau untuk menyesuaikan bacaan dengan kondisi jamaahnya (dengan catatan udah deket yaaa sama bapak bapak imam dan DKM kalo ngga mau dicap sok tau sok pinter dsb). Atau jika ngga ada akses ke imamnya, ayah bisa memilih shalat berjamaah yang imamnya bacaannya pendek, dengan tujuan tidak membebani anak di luar dayanya.
“Sederhanakanlah shalat dan perkirakan kemampuan makmum, demgan kelemahan mereka, sebab diantara mereka ada orangtua, anak kecil, orang sakit, orang tang tempat tinggalnya jauh & orang yang berkepentingan.” (HR Ibn Majah)
Ini adalah bentuk perhatian rasulullah SAW terhadap tabiat anak kecil yang tidak mau memperhatikan dan tidak mau dikekang.
Masih panjang sebetulnya uraian beliau tentang hal-hal yang bisa mengikat hati anak dengan masjid, mulai dari mengajarkan adzan, melatih menjadi imam, melibatkan anak dan menciptakan kegiatan khusus anakdi masjid, membangun perpustakaan dan kelompok halaqoh quran di masjid dsb.
Dilanjut kapan-kapan ketika sudah dibutuhkan ?(*)
#justforshare
#masjidramahanak
#mendidikgenerasicintamasjid