
MoMMee.org – Di antara keluhan-keluhan yang sering terdengar dari ibu-ibu yang mengajak anaknya ke masjid, yakni adanya oknum petugas masjid yang sikapnya dirasa kurang ramah terhadap kehadiran anak-anak di masjidnya. Dan sempat muncul kesalahpahaman saat menanggapi artikel dari sebuah portal konsultasi fiqih http://www.rumahfiqih.com/x.php?id=1411317628&title=mengapa-anak-usia-di-bawah-tujuh-tahun-belum-dianjurkan-diajak-ke-masjid yang penjelasannya dirasa kurang ramah anak, dianggap menolak anak-anak ke masjid.
Padahal, hey.. Yuk, Coba dibaca dengan kacamata lebih jernih. Artikel ini sangaaaaaaat ramah anak. Jawaban yang diberikan penulis sesungguhnya karena begitu besar perhatian beliau pada penjagaan hak-hak anak, khususnya dibawah usia 7 tahun.
“.”
Yang dari penjelasan diatas bisa disimpulkan, bukan membawa balita ke masjidnya yang dilarang, lebih ke usaha meluruskan persepsi bahwa mengampanyekan ajakan balita ke masjid sebagai bagian dari pendidikan tidaklah dianjurkan. Adapun beberapa nash yang mengisahkan adanya bayi atau balita dibawa ke masjid, demikian uraian Ust.ahmad Sarwat di situs rumahfiqihnya :
“Rasulullah SAW pernah mengimami shalat sambil menggendong bayi, yaitu cucu beli sendiri yang bernama Umamah puteri dari puteri Rasulullah SAW, Zainab ra. Bahkan pernah pula beliau mengajak cucu yang lain, yaitu Hasan atau Husain, yang merupakan putera dari puteri beliau, Fatimah ra.”
Penulis menjelaskan bahwa kalau hal itu ‘pernah terjadi‘, tidak serta merta menjadi sunnah atau anjuran, melainkan sekedar kebolehan yang sifatnya darurat. Misalnya di rumah anak itu tidak ada yang menjaga, ibunya sedang keluar, dari pada anak usia tiga tahun ditinggal sendirian di rumah, boleh saja sekali waktu ayahnya dengan ‘terpaksa’ membawanya ke masjid. 😊😊😊
Nah, semoga bisa dilihat jelas bahwa sasaran tulisan bukanlah untuk menyudutkan ibu-ibu yang hendak beribadah ke masjid dan terpaksa membawa anaknya kesana karena tak ada yang menjaga, lebih ke upaya meluruskan persepsi sebagian orang yang giat mengampanyekan batita ke masjid sebagai bagian dari pendidikan tanpa pandang usia dan kesiapan anak. Pendidikan juga tetap perlu memperhatikan tahapan dan kesiapan anak ya ummis, 😄😋✌🏻
Naaah, berikutnya masih mengulas cuplikan ilmu dari tulisan DR. Adnan Baharits (Tanggung Jawab Ayah terhadap Anak Laki-Laki, Gema Insani Press)
Ada dua hal yang perlu dipersiapkan guna mencapai sasaran pendidikan ; yakni anak agar ‘ramah’ terhadap masjidnya, dan masjid ramah terhadap jamaah kanak-kanak.
Pertama, persiapkan anaknya, dan kedua, persiapkam masjidnya.
Yuk, ditengok apa aja yang bisa kita siapkan di tahap pra-7 tahun anak-anak kita ☺️
🍀 Persiapan Anak
1️⃣ motivasi
DR. Adnan Baharits memulainya dengan motivasi, menyampaikan keutamaan-keutamaan orang yang memakmurkan masjid, keutamaan shalat berjamaah di masjid (bagi anak laki-laki). Jadi jauh sebelum ajakan ke masjid disampaikan, ada keinginan & kerinduan terhadap masjid yang perlu dibangkitkan.
Bagaimana kalau anak-anak lebih suka main dan belum semangat diajak ke masjid?
Ya ngga’ apa-apa, selama usia mereka belum taklif jangan jadikan masjid sebagai beban buat mereka. Anak-anak macam-macam pembawaannya, ada yang tenang duduk diam dan ada yang lebih suka lari-larian main,
2️⃣ Pencitraan
Jika sudah makin dekat dengan usia anak ‘butuh’ diajak ke masjid, ayah (dibantu ibu) bisa memulai kampanye membangun imej masjid yang positif di mata anak-anaknya.
Karena sejatinya, segala sesuatu yang tidak pernah didengar dan dialami anak adalah asing di mata mereka, sampai kemudian datang orang dewasa yang menyebut-nyenitnya, bercerita tentangnya, dan memberi anak pengalaman dengan emosi yang positif di dalamnya yang kelak akan terekam sebagai pengalaman menyenangkan dan menjadi nilai penting dalam proses pendidikan anak.
Beberapa contoh teknis yang bisa dilakukan diantaranya;
1.Ajak anak menghitung dan mengenali masjid masjid yang dilewatinya di perjalanan.
2.Ceritakan hal-hal menarik yang ayah/ibu alami yang terjadi di sekitar masjid, atau yang masih berkaitan dengan masjid.
3.Belikan anak hadiah mainan/makanan kesukaannya, dan sampaikan bahwa hadiah itu dibeli ayah di dekat masjid, saat berangkat ke masjid atau sepulang dari sana. Apapun bentuknya, beragam upaya bisa dilakukan supaya kata masjid terngiang-ngiang di kepala anak.
3️⃣ Pengenalan Masjid
Setelah muncul respon tertarik dalam diri anak, ayah bisa mulai bercerita tentang masjid dan aktivitas di dalamnya. Tentang orang-orang yang shalat, mengaji, berdzikir, perlunya menjaga ketenangan masjid, kebersihannya dsb. Yang diharapkan anak punya gambaran tentamg tujuannya ke masjid, dan akan lebih mudah diingatkan untuk mematuhi tata tertib disana.
Catatan : tapi teteeeuup realistis ya buibu, ngga ujug-ujug anak kita dateng bakal jadi jamaah teladan disana. Trial-error mah pasti, lompat cekikikan dan keajaiban keajaiban khas anak-anak lainnya adalah sebuah keniscayaan, yang penting terus diingatkan dan diarahkan, juga perhatikan poin-poin mana yang perlu dievaluasi.
Makanya untuk tahap-tahap pengenalan, diutmakan memilih shift shalat yang relatif ngga terlalu ramai jamaahnya, supaya cakupan kegemparan yang terjadi tidak meluas & sukses bikin bapak marbot pontang panting.
Demikian yang bisa digali dari buku DR.Adnan Baharits seputar pengondisian anak sebelum mulai diajak ke masjid. Dan seputar pengondisian masjid dan lingkungan menjelang kedatangan anak, bisa dicek di postingan berikutnya.(*)