
MoMMee.org – Membaca link ini, saya merasa perlu evaluasi diri. Jika hampir setengah konsumsi makanan di dunia hanya berakhir di tempat sampah, berarti limbah rumah tangga juga turut berperan. Bukankah sebagai seorang muslim kita harus menghindari kemubaziran, karena perilaku mubazir (boros) merupakan saudara syaitan [Al Isra (17): 27].
Dalam artikel tersebut terdapat laporan bahwa supermarket memiliki peran yang sangat besar dalam pembuangan makanan. Hal itu disebabkan karena penyimpanan yang salah, tanggal kadaluarsa yang tidak diperhatikan, dan penyetokan besar-besaran dapat menyebabkan penumpukan limbah terutama makanan segar. Lebih dari 2 miliar ton makanan terbuang setiap tahunnya berdasarkan laporan tahun 2013 oleh IME (British Institution Mechanical Engineers). Studi ini mengklaim bahwa hingga 30 persen dari sayuran tidak dipanen karena tampilan yang buruk (layu). Sekitar 30-50 persen dari 4 miliar ton makanan yang diproduksi di seluruh dunia setiap tahunnya rusak sebelum dikonsumsi.
Ilustrasi dari Kalkulasi Biaya Produksi Pangan
Jumlah kalori terbuang | 141 triliun kalori per tahun (asumsi kebutuhan 1249 kalori per orang per hari) |
Makanan yang busuk atau terkontaminasi jamur/hama, (data tahun 2010) | 133 milyar pon makanan atau 31 % dari total pasokan makanan |
Sumberdaya Air | 25% |
Sumberdaya Minyak | 4% |
Nilai limbah rumah tangga | >$ 40 miliar = Rp 47 triliun |
Nilai makanan terbuang | $ 750 juta per tahun = Rp 8 triliun per tahun |
Jumlah sampah dari tempat pembuangan akhir | 22 juta ton per tahun |
Sumber: USDA (The US Department of Agriculture)
Beberapa penyebab yang disebutkan oleh Dr. Tim Fox dari IME di antaranya karena berbagai situasi dari teknik dan praktik pertanian yang buruk, transportasi yang tidak memadai, dan infrastruktur yang kurang baik, hingga penawaran pada konsumen secara besar-besaran.
Angka di atas tentunya sangat fantastis untuk membuat kenyang penduduk bumi belahan lain yang menderita kelaparan dan kekurangan gizi. Sekitar 2,3 juta anak masih mati kelaparan setiap tahunnya. Dengan begitu pengurangan limbah sangat penting dalam manajemen sampah rumah tangga dalam lingkup keluarga serta untuk memenuhi pangan setiap penduduk terutama anak-anak dalam lingkup dunia.
Berhubungan juga dengan postingan yang beredar di grup whatsapp MoMMee beberapa waktu lalu (namun saya belum mendapatkan konfirmasi sumber pertama tulisannya), konon di Jerman warga di sana memesan makanan di restoran sesuai kebutuhan, jauh dari kesan mewah. Bahkan jika ada pengunjung—biasanya warga asing—yang makan tapi masih tersisa di meja maka akan ditegur langsung, bahkan bisa dikenakan denda oleh petugas sekuritas sosial sebesar Euro 50. Petugas tersebut berkata dengan suara galak, “pesan hanya yang sanggup anda makan, uang itu milikmu tapi sumber daya alam ini milik bersama. Ada banyak orang lain di dunia yang kekurangan. Kalian tidak punya alasan untuk mensia-siakan sumber daya alam tersebut. Money is yours but resources belong to the society.”
Manajemen Makanan Keluarga
- Dalam lingkup keluarga, saya mengajak para ibu yang sebagian besar menjadi manajer dalam pengelolaan rumah tangga untuk memperhatikan beberapa hal berikut:
- Kita perlu memilah sebelum membeli mana bahan makanan yang memang perlu untuk dikonsumsi, sehingga di awal pembelian pun sudah dapat dipastikan bahwa bahan makanan itu akan kita makan untuk konsumsi keluarga.
- Selanjutnya kita juga harus jeli dalam melihat tanggal kadaluarsa untuk makanan kemasan. Manajemen penyimpanan (storage) juga harus diperhitungan masanya. Untuk jenis sayuran disimpan dalam cool box dalam keadaan rapih di dalam wadah plastik, kantong plastik, atau kertas. Untuk beberapa jenis sayur dan buah ada yang harus disimpan dalam lemari pendingin, namun ada yang harus di suhu ruang (seperti jenis umbi-umbian).
- Tidak perlu belanja besar-besaran yang penting mencukupi. Karena saat ini warung, toko, pasar tradisional, mini market, maupun supermarket sangat dekat dari jangkauan kita.
- Jika membeli makanan dalam jumlah grosir bisa lebih murah, namun juga ditimbang dari segi jangka kadaluarsanya.
- Selain itu hal yang terpenting adalah jangan membeli semata-mata karena harga murah atau diskon. Jadi membeli harus didasari karena kebutuhan.
Pengalaman saya pribadi dalam mengatur bahan makanan selalu membeli sesuai kebutuhan. Maksimal dalam jangka waktu 2 minggu. Lauk (ayam, ikan, daging, udang, cumi) yang sekiranya masih lama akan dimasak, bisa dimasukkan freezer. Untuk daging disimpan sudah dalam bentuk potongan siap ‘cemplung’, daging giling yang dipisah sesuai porsi per sekali masak dimasukkan plastik, atau kaldu daging yang berupa cetakan es. Sayuran bisa menyetok jangka lama yang tidak mudah layu (wortel, kentang, labu siam). Untuk jangka sedang sekitar 3-5 hari bisa menyetok tempe, tahu, atau sayuran seperti ketimun, tomat, paprika, terong, oyong, bunga kol, kol, dll. Sayuran daun hijau lebih cepat layu dan busuk, jadi jika sudah terbayang ingin konsumsi apa dan masak apa saya selalu beli mendadak dalam jumlah sedikit (brokoli, sawi hijau, daun bawang, tauge, selada, dll).
Jika ternyata di luar perhitungan, sisa makanan yang masih layak bisa diberikan sebagai pakan binatang peliharaan. Kalau di rumah nasi yang jatuh berserakan karena proses makan anak-anak yang belum rapih, atau makanan yang tidak habis kita biasa masukkan ke kolam ikan patin belakang rumah. Seperti di sekolah anak-anak, mereka menyisihkan di ember sisa bekal makanan yang tidak habis untuk diberikan kepada ayam kalkun atau angsa. Atau makanan lain yang tentunya masih dalam kondisi baik (tidak basi).
Dengan sedikit manajemen di atas, setidaknya kita bisa meminimalisir atau bahkan menghindari limbah makanan domestik ataupun supply limbah makanan bagi dunia. Selain itu makanan yang kita konsumsi benar-benar dalam kondisi segar, sehingga gizi yang didapat bisa lebih optimal bagi perkembangan masa tumbuh anak-anak dan kesehatan keluarga. Yuks jangan berlebihan, bijak dalam prioritas kebutuhan. Karena sumber daya alam sesungguhnya milik kita bersama, walau daya beli kita berbeda-beda.(*)