
MoMMee.org – “Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu. Barangsiapa dijauhkan dari neraka dan dimasukkan ke dalam surga, maka sungguh ia telah beruntung. Kehidupan dunia itu tidak lain hanyalah kesenangan yang memperdayakan.”
Ali Imran:185
Kematian.
Tema yang bagi saya tak mudah untuk jadi didialogkan dengan si kecil, hingga Allah memberi hidayah, dan iman menjadi jawab untuk semua tanya, dan penutup dari semua keraguan.
Awalnya, saya sedikit bertanya-tanya tentang bagaimanakah respon umar nantinya, siapkah dia?
Percayakah mereka bahwa semua makhluk akan menemui ajalnya?
Tidakkah itu akan menjadi sesuatu yang mengerikan di benak mereka?
Tidakkah membawa kesedihan jika membayangkan perpisahan dengan orang-orang yang kita cintai?
Bukankah sangat menakutkan bagi anak, membayangkan kala ruh mereka berpisah dari jasad, tubuh dipendam dalam tanah dan ditinggalkan sendirian?
Kengerian. Kesedihan. Perpisahan. Sendirian. Menakutkan.
Itulah konotasi yang awalnya muncul di kepala ini begitu mendengar kata mati. Yang sejenak membuat saya terhenyak, bahwa jauuuh sebelum mulai bicara tentangnya pada anak-anak, persepsi saya tentang kematianlah yang harus lebih dulu dibenahi.
“Dan kemana kita pergi saat mati, bu?“
Awalnya umar mengenal kata mati dari buku bacaan perangnya, disusul dengan ingatannya tentang nenek uyutnya yang meninggal, membuatnya bertanya-tanya; kenapa ‘orang’ bisa mati? Lalu dia kemana? Dan Kenapa harus mati?
Maka menjadi peer ibu untuk menemukan jawab. Jawaban yang tak akan memunculkan bayangan di kepalanya bahwa kematian adalah sesutu yang mengerikan, jawaban yang tak akan membuatnya menyalahkan tuhan karena ‘mengambil‘ seseorang yang dicintainya, jawaban yang membangun kesadarannya bahwa kematian adalah konsekuensi kehidupan, sesuatu yang tak terhindarkan & menjadi awal fase kehidupan lainnya.
“Umar sayang, ketika Allah ciptakan manusia ke dunia, mulai dari nabi adam manusia pertama sampai manusia yang terakhir hidup, semua ada jatah umurnya.”
“Sebagaimana kucing-kucingmu lahir dan mati, tanaman yang kita tanam tumbuh dan layu, seperti itu pulalah umur manusia, ada kelahiran & ada kematian.”
“Semua yang hidup akan mati. Dan hanya Allahlah yang kekal”
“Allah pula yang tentukan seberapa lama kita hidup di dunia. Saat waktu kita habis, ruh kita kembali pada Allah, dan jasad kita kembali pada bumi..”
“Jadi ‘mati’, adalah tentang kembalinya ruh manusia pada Allah..”
“Sama seperti saat Umar tidur. Saat umar tidur, ruhmu kembali pada Allah, dan Allah pula yang mengembalikannya ke badan kita saat terbangun..”
Amat wajar jika seorang anak kecil merasa ketakutan atas sesuatu yang nampak tak pasti di kepalanya, atas kehendak yang di luar kuasanya untuk menolak. Maka, dalam pengasuhan orangtualah, amanah untuk menanamkan persepsi yang benar tentang betapa ‘kematian-adalah-sebuah-keniscayaan.’
“Tiap-tiap yang berjiwa akan merasakan mati. Dan sesungguhnya pada hari kiamat sajalah disempurnakan pahalamu…”
[Ali Imran 185]
“Umar, semua manusia yang Allah ciptakan akan mati. Bahkan seorang nabi sekalipun.. Mati & hidup adalah ketentuan hak Allah, takdir Allah. Allah menakdirkan kelahiran dan kematian.”
“Apakah Allah ‘seberkuasa’ itu? Bisakah kita lari dari kematian?”
“Bahkan firaun yang seorang rajapun, tak bisa lari dari kematian sayang..”
“Apakah kau tahu indahnya kisah kematian nabi Ibrahim AS?”
“Sebagaimana yang diceritakan Imam Qurthubi, bahwa pada suatu hari, malaikat maut mendatangi nabi ibrahim untuk mencabut nyawanya. Dan ibrahim As pun berkata;
‘Wahai Malaikat Maut, pernahkah engkau melihat seorang kekasih mencabut nyawa kekasihnya?’
Mendengar kata-kata Nabi Ibrahim itu, Malaikat Maut tidak bisa menjawab. Seperti yang ia tahu, Ibrahim memang kekasih Allah. Maka Malaikat Maut kemudian menghadap Allah Subhanahu wa Ta’ala dan menceritakan apa yang dikatakan Nabi Ibrahim, padahal Allah telah mengetahui hal itu. Maka Allahpun menjawab ;
‘Katakan kepada Ibrahim, pernahkah engkau melihat seorang kekasih yang tidak ingin bertemu dengan kekasihnya?’
Saat kalimat itu disampaikan kepada Ibrahim, ia pun berkata kepada Malaikat Maut: ‘Cabutlah nyawaku sekarang.’
“Bang, sebagaimana kisah itu, bagi orang-orang beriman, kematian adalah tentang kembali pada yang dicintainya, kembali pada Allah..”
“ Dan sungguh Allah mencintai orang-orang yang bertaqwa (at Taubah : 4), maka taqwa adalah sebaik-baik bekalmu untuk menghadapNya.”
Perpisahan dengan yang dicinta
“Nanti kalau kita mati, ngga bisa main lagi dong bu? Ngga bisa main ini itu..”
Demikian salah satu kekhawatirannya tentang kematian, yang akan memutusnya dari segala kesenangan yang dicintainya. Pun ketakutan ini merupakan tabiat manusia, namun amat perlu mereka disadarkan bahwa cinta dunia dan takut mati adalah penyakit, keburukan dalam diri manusia.
“Anakku, ‘Dunia itu penjara seorang mukmin, segala kesenangan yang umar dapatkan disini, tidak ada apa-apanya dibanding kenikmatan di akhirat..”
“Ibu bisa ngerti jika umar takut itu, dan ketakutan itu waswas dari syetan. Maka jika muncul rasa takutmu, ingat- ingatlah janji Allah bagi orang beriman, insyaa Allah hatimu akan menjadi tenang..”
“Ngga perlu cemas tentang berpisahnya ibu umar atau baba di dunia. Pun memang akan terasa sedih, tapi hanya sebentar.. Jika umar bersabar dan terus beramal shalih, mendoakan ibu & baba, insyaa Allah kita bisa ketemu di surga.”
Sebuah konsekuensi dari cita tentang surga
Ketika anak memandang kematian sebagai ‘langkah berikutnya’, dan ia mulai memahami kehidupan di dunia hanyalah satu dari fase hidupnya, disinilah terbuka jalan untuk menyampaikan tentang tujuan sejatinya hidup di dunia.
“Bang, karena tujuan akhir hidup manusia itu surga. Dan surga itu ngga gratis, maka bekerjakeraslah agar Allah ridha & izinkan kita masuk surgaNya..”
“Karena surga itu punya Allah, dan hanya orang-orang yang diizinkan Allah yang boleh masuk kesana. Maka pantaskan dirimu dan kejar ridho Allah..”
& beramallah selayaknya engkau akan mati besok..
”Dan kematian adalah rahasia Allah.. maka suatu hari, rasulullah SAW berwasiat pada Abdullah bin Umar,
‘Jadilah engkau di dunia seperti orang asing atau musafir. Jika engkau berada di sore hari jangan menunggu datangnya pagi dan jika engkau berada pada waktu pagi hari jangan menunggu datangnya sore. Pergunakanlah masa sehatmu sebelum sakit dan masa hidupmu sebelum mati.'”
(HR. Bukhari)
catatan :
Catatan :
Mengutip dari salah seorang guru, berbincang tentang iman berarti menakar kadar, mengukur kesanggupan, kesiapan. Oleh karena itu, di sependek dialog tadi hanya berfokus untuk menjernihkan persepsi anak dari prasangka, zhan-zhan yang boleh jadi terbentuk dari interaksi dengan sekitarnya.
Mengenai perkara-perkara lain seputar kematian, alam kubur, peristiwa di padang mahsyar, dll insyaa Allah akan mereka pahami itu ketika sudah kokoh kesiapannya.(*)