
MoMMee.org – Salah satu permasalahan yang sering menjadi pergolakan bagi para mommies adalah antara pilihan untuk menjadi working mom atau full stay at home mom. Ada banyak faktor yang mempengaruhi keputusan seorang ibu untuk tetap menjadapatkan pemasukan sendiri. Meskipun demikian, kita semua sepakat bahwa semua ibu, baik ibu bekerja maupun ibu di rumah adalah mulia. Salah satu cara untuk tetap dapat memperoleh pemasukan tetapi juga tetap selalu dekat dengan anak adalah dengan bekerja dari rumah, berbisnis misalnya. Namun, tidak semua orang mengetahui bagaimana caranya untuk memulai bisnis, bagaimana mengembangkannya, dan sebagainya. Nah, pada bulan Maret 2016 lalu group wa mommee 3 mengadakan kulwap tentang bisnis dengan salah satu owner brand fashion muslim yang sudah tak asing lagi, Zizara, yaitu Fithri Mayasari.
Fithri Mayasari adalah ibu dari 3 orang anak. Perempuan berusia 31 tahun ini mengutarakan bahwa pekerjaan utamanya adalah mengasuh anak-anak dan sehari-hari dirumah, sambil berbisnis di bidang fashion. Sebelum merambah ke dunia bisnis, lulusan Teknik Arsitektur UI ini biasa menerima proyek-proyek gambar, rata-rata rumah satuan/perumahan. Namun sejak memulai bisnis, Ia berhenti menerima proyek gambar. Berbisnis bukanlah sekedar mengisi waktu baginya dan suami. Karena sejak suaminya memutuskan resign dari kantor, mereka hidup dengan mengandalkan usaha-usaha yang ada, seperti menggambar rumah dan membangunkannya (design and build). Ia mengutarakan, memang sejak dulu dia senang dengan segala sesuatu yang berkaitan dengan craft. Sambil mengurus anak, Ia suka membuat kerajinan dari kain-kain perca. Sampai pada suatu ketika Ia memutuskan mengikuti les jahit murah. Dari situlah mulai muncul keinginan untuk membuka usaha fashion muslimah. Ia melihat baju-baju muslimah yang ada harganya mahal dan desainnya terlalu ramai sehingga Ia mulai membuat desain baju sendiri. Kemudian karna terbatasnya modal, Ia mencoba berkolaborasi dengan teman. Namun, juga tidak berjalan mulus karena banyak trial and erorr, banyak kesulitan yang dihadapi saat itu. Maklum pengalaman masih dibilang 0. Awalnya Ia buat dengan sistem PO (pre-order). Ia buat satu sampel kemudian difoto dan dijual di instagram. Sampai pada saat lebaran tahun 2014 Ia mulai kecapean. Suami juga sudah menolak keras Ia untuk jahit menjahit karena resiko PO adalah dikejar-kejar konsumen yang menagih kapan bajunya selesai. Puncaknya setelah lebaran jerih payah itu hilang semua karena semua ATMnya dikuras setelah jatuh entah dimana. Pada saat itu, Ia sempat memutuskan untuk tidak mau meneruskan lagi karena ditentang suami.
“Usaha menjual baju PO tersebut bisa dibilang masa paling penuh perjuangan. Saya membawa anak-anak untuk membeli kain, keliling mencari penjahit , membeli perlengkapan jahit, dsb. Bisa dibilang saya rugi waktu itu karena ongkos jahit mahal ya, tapi masih dijalani karena senang menjahit,” ungkapnya. “Suami menentang karena suami lebih suka saya gambar rumah aja. Tapi saya masih gambar rumah juga sambil jahit sesekali. Repotnya punya balita ya gitu.. Baru sebentar di depan meja jahit, si kecil ada yg minta makan, mau BAB/BAK, minta ini itu, berantem, dsb. Jadi kerjaan tidak selesai-selesai,” Ia meneruskan.
Perjuangannya menjalankan bisnis fashion ini ternyata belum berakhir di situ. Di saat Ia ingin menyudahi dunia perjahitan, justru datang pesanan 2 lusin baju dari Toko Rina Tanah Abang. Dari situ Ia dibantu suaminya keliling mencari konveksi. “Suami mungkin kasian lihat saya mondar-mandir sendiri. Setelah dapat konveksi akhirnya kami jahit disitu dan dapat untung. Alhamdulillahnya kata suami modalnya untuk bunda beli kain lagi saja. Modal itu sekitar 4 jutaan dari uang proyek. Saya kemudian beli katun Jepang. Satu motif satu baju. Setelah jadi saya foto gantung di halaman belakang rumah, masih seadanya banget. Dalam 2 jam sold out,” tulisnya di grup wa pada saat itu. Dari situ, Ia tambahkan lagi kuantitas produksinya dr modal dan untung yg diperoleh dan juga sold out juga dalam hitungan jam. Terus saja Ia memutar modal hingga hari ini. Ia mengungkapkan alhamdulillah belum ada campur tangan investor atau pinjam bank, perlahan-lahan saja. Memang saat itu hampir belum banyak yang membuat gamis dari bahan katun jepang. Bahan jersey masih menjadi primadona kala itu. Jadi salah satu kunci membuka usaha adalah jadilah pioneer, pandai melihat peluang.
Seiring waktu Ia sempat berpindah ke konveksi lain karena konveksi yang pertama jahitannya kurang rapi. Akhirnya tidak bisa dijual. Jadi Ia memperhatikan betul kualitas produknya. Meskpun Ia harus mondar mandir setiap hari bersama suami dan anak-anak. Pulang sampai jam 11 malam hampir setiap hari. Namun usahanya membuahkan hasil. Ia mendapatkan 2 konveksi 2 dari internet. Hingga akhirnya Ia memutuskan membuka konveksi sendiri dengan alasan bisa memudahkan untuk mengecek kualitas jahitan. Sebelum membuka konveksi sendiri, Ia sempat mendapatkan ujian karena suaminya terbaring sakit hampir satu bulan lamanya. Sempat maju mundur mau buka konveksi, sedangkan permintaan pasar makin banyak. Namun setelah suami sakit alhamdulillah oleh Allah diberikan jalan2 kemudahan sehingga usahanya masih berjalan hingga hari ini. Perlahan-lahan dari 1 konveksi menjadi 3 konveksi dan Ia berencana akan membuka 1 konveksi lagi.
Alhamdulillah sampai hari ini produk Zizara masih diterima pasar walaupun mulai bermunculan produk-produk serupa dari berbagai brand. Ia menyatakan penjualan utama masih melalui instagram, kemudian Ia bersama suami membuat website dan aplikasi di playstore. Sejak Zizara mulai terlihat menjadi peluang bisnis yang serius, suaminya meninggalkan bisnis kontraktornya dan sekarang mereka berdua 100% fokus di Zizara. Kini ada banyak karyawan yang sudah Ia libatkan untuk membantu mengurusi pesanan pelanggan sehingga waktunya sekarang lebih banyak dirumah. Bagi yang belum tahu, boleh dicek yaa.. Nama Instagramnya @zizara_ atau bisa dilihat di web www.zizarashop.com.
Kepada grup Mommee, Fithri memberikan sedikit tips tentang cara mengatur waktu waktu bagi ibu yang ingin membuka usaha dari rumah :
1. Pola pikir pertama, anak tetaplah nomer satu. Jadikan prioritas utama. Memang dalam masa awal-awal membangun bisnis kita akan banyak sekali pekerjaan sehingga waktu kita lebih banyak tercurah untuk bisnis itu sendiri. Miliki supporting system yang bisa menolong tatkala kita tidak bisa membawa anak sama sekali, bisa suami, orang tua, atau ART. Jika tidak, Ibu dapat mengajak anak-anak ikut terlibatdalam proses bisnis, misalnya diajak belanja kain atau ke penjahit. Biasanya anak-anak akan merasa senang.
2. Catat dan buat jadwal kegiatan (agenda harian) karena tidak semua waktu kita sibuk. Ada kalanya kita luang. Manfaatkan sebaik mungkin untuk bersama anak. Jadwal ini juga penting sehingga setiap harinya bisa kita ukur apakah sudah efektif dan efisien pemanfaatan waktu kita. Sudah seberapa jauh target atau to do list tercapai tiap harinya. Maklum, karena perempuan multi tasking, terlalu banyak yang dipikirkan sehingga justru terkadang malah tidak ada yang selesai.
3. Manfaatkan jam tidur anak-anak atau jika anak sudah bersekolah, saat mereka sekolah kita bisa lebih fokus mengerjakan urusan bisnis. Namun, jika ada anak-anak sebaiknya kita lepaskan dulu pekerjaan kita.
4. Buat goal setting/target mingguan/bulanan/tahunan. Namun, tetap fleksibel waktunya menyesuaikan dengan aktivitas anak. Anak harus menjadi prioritas karena tugas utama ibu adalah mengasuh dan mendidik anak-anak.
5. Minta bantuan dan kerjasama suami. Ini penting karena ridho suami akan memudahkan langkah kita menjalankan apapun.
6. Idealnya, rekrut karyawan agar waktu kita lebih banyak untuk keluarga. Kita bisa fokus untuk hal-hal strategis sedangkan bagian teknis dipegang karyawan.
Demikianlah sharing dari owner Zizara, Fithri Mayasari. Mudah-mudahan bermanfaat ya mommees. Jadi bagaimana, sudah siap memulai bisnis mommees sendiri? 🙂
disarikan dari kulwap grup whatsapp mommee 3