
MoMMee.org – Saya beberapa kali ditanya oleh teman-teman tentang cara menghadapi anak mereka yang supeeerr bikin pusing. Pasangan suami istri yang bingung dan capek dengan kelakuan anaknya. Kemaren, saat saya mengisi acara parenting ibu-ibu, curhatannya pun sebelas dua belas. Hei.. Akupun masih punya anak-anak yang bikin pusing, capek, kadang bikin bingung di rumah. Tapi satu hal yang pasti, anak-anak kita itu (kebanyakan) tidak (benar-benar) nakal. Hanya aktif atau mencari perhatian..
Saya berusaha sekuat tenaga supaya tidak menyebut anak-anak saya sebagai anak nakal. Karna bila orangtua menyebut anaknya nakal. Anak yang tadinya tidak sengaja berbuat kesalahan akan belajar untuk menjadi nakal seperti kata-kata orangtuanya. Dan pada ke 21 kali, kita, orangtua menyebut anak kita nakal, maka anak kita sungguh-sungguh menjadi anak nakal. Nakal sendiri, menurut Miftahul Jinan, penulis buku “alhamdulilah anak saya nakal” Terbagi jadi 4 macam yaitu:
1. Nakal Eksploratif
Ciri-cirinya: suka corat-coret di tembok, suka merobek kertas atau buku, suka merusak mainan, tidak bisa diam, naik turun tangga, kursi, meja, lemari. Saya punya satu di rumah yang seperti ini.. :D. Ini sesungguhnya bukanlah nakal. Tapi rasa ingin tahu mereka tinggi. Rasa ingin tahu ini akan menjadi modal besar bagi mereka untuk mencintai belajar. Karna itu, anak-anak yang seperti ini biasanya anak yang cerdas. Namun, karna orangtua dan lingkungan menginginkan lingkungan yang tenang, mereka tidak bisa sepenuhnya menerima anak-anak aktif ini. Akhirnya anak-anak ini di beri sebutan nakal dengan harapan mereka duduk diam anteng.
2.Nakal Semu
Nakal jenis ini seperti tidak mau berbagi, menggigit, egois. Pada anak usia 1-3 tahun hal ini masih dikatakan wajar karena sesuai dengan kematangan emosinya. Maka kalau anak usia ini melakukan hal-hal diatas anak-anak itu sebenarnya sedang belajar untuk mengembangkan kapasitas emosi dirinya. Sebagai orangtua, selain memaklumi, juga harus mengajarkan hal-hal baik pada anak sejak dini agar anak-anak tersebut matang secara emosi dan tidak melanjutkan aktivitas tersebut di usia selanjutnya
3. Nakal Habitual
Nakal seperti ini contohnya adalah berkata jorok, anak suka membantah, kecanduan tivi, merengek, minta jajan terus menerus. Anak-anak pada dasarnya tidak mengenal hal-hal tersebut. Mereka belajar dari lingkungan di sekitarnya. Mereka mencoba sekali membantah, eh kok ternyata oke dan efektif untuk mengelak tugas. Mereka mencoba merengek, eh kok efektif untuk mendapatkan keinginan mereka. Maka mereka akan mengulangi perilaku yang sama. Orangtua bisa menghentikan perilaku ini. Atau mencegah perilaku ini sejak dini. Kuncinya di konsistensi dan kesabaran.
4. Kenakalan Sejati
Inilah kenakalan yang sejati yaitu: bohong, menyontek, mencuri, merokok. anak yang memiliki kenakalan seperti ini bisa berpotensi kriminal di kemudian hari. ketika saya sampaikan hal ini kepada ibu-ibu di suatu acara, ibu-ibu sontak merasa terganggu dan membela diri. terutama tentang menyontek. mereka bilang menyontek itu sebagai hal yang lumrah. menyontek asal muasal dari aktivitas menipu. menipu guru, menipu teman, juga menipu diri sendiri. Bila menipu sudah menjadi hal yang wajar, Subhanallah.. apapun akan dikerjakan demi mencapai tujuan. tidak ada lagi nilai yang memagari.
Bohong, menyontek, dan mencuri hampir saja menjadi suatu kumpulan kenakalan yang tak terpisahkan. Tentang merokok?? Merokok adalah bentuk pelampiasan emosi seseorang, sebagaimana narkoba. semakin stress seorang perokok, maka semakin banyaklah rokok yang dihisap. rokok seperti hiburan bagi para perokok. maka banyak perokok yang rela tidak makan asal ngerokok. karna merokok bisa bikin rilex. padahal di quran dibilang bahwa hanya dengan mengingat Allah-lah hati menjadi tenang… hehehehe. orang yang sudah kenal rokok akan lebih mudah lanjut ke narkoba. mungkin karna itu merokok disebut kenakalan sejati oleh penulis buku. kenakalan sejati ini harus secepatnya di bedah dan di obati. sebelum semakin akut dan berbahaya.
Jadi, adakah ciri-ciri diatas melekat pada anak-anak kita? Kenali dulu jenisnya, baru lakukan pembimbingan yang sesuai bagi setiap anak. karena setiap anak adalah fitnah bagi orangtuanya. ujian. apakah orangtuanya akan naik tingkat sehingga ujian itu berubah menjadi berkah, atau malah orangtuanya belum lulus di ujian ini, sehingga ujian berubah menjadi bencana. kita yang menentukannya. tapi karena menjadi orangtua adalah proses yang amaat panjang, selama nyawa masih di badan, kita masih diberikan kesempatan untuk her atau remed ujian-ujian yang nilainya jelek atau pas-pasan.(*)