
MoMMee.org – Assalamu’alaikuum. Hai ibu ibu kece…
Pengen nulis lagi nih, mengenai video kekerasan anak di Bukittinggi yang ramai tersebar dan diberitakan beberapa waktu lalu. Jerih, saya pun tak berani melihat. Alhamdulillah sudah tidak bisa diakses ya, tapi setidaknya ada beberapa pelajaran yang bisa kita petik dari peristiwa tersebut.
Mengenai kronologis peristiwa sendiri, diceritakan oleh Yosi Maulina, S.Psi, Psi atau yang akrab disapa Uni Moli kepada para wartawan. Beliau merupakan salah seorang anggota Tim Pusat Pelayanan Terpadu Perlindungan Perempuan dan Anak (P2TP2A) Bukittinggi. Hal yang mengejutkan adalah, menurut Uni Moli, kekerasan yang dialami korban diduga sudah berlangsung hampir satu tahun dan itu terjadi setiap hari*.
Sedangkan dalam sebuah acara di TV One, Uni Moli juga menceritakan bahwa orang tua korban nampaknya tidak mau memperpanjang masalah ini. Para tetangga pun baru mengetahui peristiwa ini setelah wartawan datang. Kejadiannya terjadi pertengahan September, sehingga sudah tidak ada bekas luka atau lebam di tubuh korban. Sang Korban (DNA) pun nampak tertutup dan pendiam. Anak ini hampir setiap hari dibully karena berbagai hal sepele, seperti minta uang. Perilaku memukul, menjambak, menendang, memaki dan mengganggu fisik dan psikologis ini masuk dalam kategori bullying.
Bullying, Apa itu?
Bullying, menurut Rigby dalam Ariesto (2009:22) merupakan sebuah hasrat untuk menyakiti. Hasrat ini diperlihatkan ke dalam aksi yang menyebabkan seseorang menderita. Aksi ini dilakukan secara langsung oleh seseorang atau sekelompok orang yang lebih kuat, tidak bertanggung jawab, biasanya berulang dan dilakukan dengan perasaan senang.
Lalu bagaimana bisa seorang anak melakukan bullying?
Dalam kasus ini, Uni moli melihat adanya faktor kurangnya perhatian orang tua kepada korban dan faktor pendidikan orang tua. Sedangkan dari sisi pelaku, Alumnus S2 Profesi Psikologi Klinis Anak ini menyatakan belum sempat bertemu secara intens dengan para pelaku dan orang tuanya. Pelaku ini disebut uni sebagai korban pelaku, karena sesungguhnya mereka juga korban.
Ada beberapa faktor yang bisa menjadikan anak sebagai pelaku bullying, misalnya masalah emosional dan perkembangan anak, serta dukungan lingkungan .
Berikut hasil penelitian yayasan pulih Aceh:
- Anak-anak yang menjadi tukang bully cenderung memiliki orangtua yang sering memarahi mereka atau menganggap anaknya sering mengganggu.
- Anak-anak dengan masalah emosional, problem pada perkembangan, maupun masalah perilaku memiliki kemungkinan besar menjadi tukang bully.
- Anak-anak yang memiliki ibu dengan tingkat kesehatan mental dan jiwa yang kurang baik, juga berpotensi besar menjadi tukang bully.
Lalu, Bagaimana cara menghadapi Bullying? kita intip di bagian selanjutnya yuk!(*)