
MoMMee.org – Akhirnya tiba juga masa itu, masa dimana saya harus berhenti untuk menyusui putri pertama saya. Ini pengalaman pertama, dan terima kasih untuk grup Mommee yang telah memberi banyak inspirasi perihal penyapihan ini. Setiap kali membaca berbagai kisah penyapihan di grup WA Mommee, sering terbesit ya saya ingin mengikuti jejak mereka. Jejak para ibu yang ingin menyapih dengan cinta (weaning with love), para ibu yang ingin membuat dialog iman pertama dengan anak, para ibu yang ingin mendidik anak tanpa membohongi mereka. Tapi jujur, saat hari itu semakin dekat, saya semakin pesimis. Saya lupakan segala planning WWL atau dialog iman karena hingga jelang deadline, rutinitas menyusui anak saya masih tetap stabil. Ditambah flashback perjalanan kisah menyusui yang tak mudah bagi anak saya.
Saya ibu bekerja. Seperti kebanyakan ibu bekerja, saya tetap punya tekad memberikan ASI ekslusif dan menyusui hingga 2 tahun. Alhamdulillah sejak awal kelahiran, proses menyusui ini berjalan lancar. ASI melimpah dan anak tidak bingung puting. Pertempuran untuk stock ASIP pun sudah dipersiapkan, mulai dari pompa, botol kaca, sampai saya rela ganti kulkas menjadi 2 pintu agar tidak perlu ada mekanisme pencairan bunga es yang juga akan berdampak pada ASIP. Semua rencana dijalankan, menyusui sambil memompa dan melihat botol-botol ASIP berjajar di kulkas. Tidak terlalu banyak, hanya 20-30 botol saja.
Tantangan dimulai saat saya harus meninggalkan anak saya di usia 1.5 bulan untuk suatu konferensi di luar negri. Latihan minum ASIP pun dimulai dan sukses gagal. Saya ingat support para Mommee agar saya bersabar dan mencoba berbagai cara. Saya belikan berbagai jenis botol, dot, spout, botol sendok, namun semua gagal. Bukan hanya gagal minum ASIP, tapi anak saya selalu meronta-ronta saat botol mulai disodorkan ke mulutnya. Karena kondisi ini, akhirnya saya putuskan hanya satu hari saja pulang pergi ke konferensi tersebut. Beruntung tempatnya dapat dijangkau dengan satu hari PP. Sepulang dari konferensi saya bertekad harus mengajarkan anak saya latihan lagi minum ASIP, masih ada waktu satu bulan sebelum saya masuk kerja.
Ternyata takdir berkata lain, anak saya masih belum terampil minum ASIP hingga saya masuk kerja. Bagian tersulit dari mengasuh anak saya saat itu adalah saat memberikan ASIP, sehingga tak jarang beberapa tetangga berdatangan saat pengasuh anak saya menjalankan aksinya memberikan ASIP karena tangis bayi yang menggelegar. Bulan pertama saya bekerja, anak saya hanya naik 200gr, di saat kenaikan BB minimal bayi ASIP di bulan itu 700gr. Berbagai usaha saya coba, mulai dari pulang setiap jam istirahat untuk menyusui langsung, hingga tengah malam saya terus bangunkan bayi agar bisa menyusu langsung. Namun, usaha ini belum berhasil, karena kenaikan BB masih di bawah yang seharusnya. Saya periksa ke dokter anak, katanya karena asip yang diberikan masih jauh dari kata cukup. ASIP saya masih banyak di kulkas, jadi saran dokter tambah frekuensi pemberian ASIP. Praktiknya, tidak mudah, tetap saja pengasuh anak saya kewalahan memberikan ASIP. Sempat lumayan stabil tapi tak sampai menyukai ASIP.
Tantangan berikutnya saat anak saya harus pindah ke daycare dan pengasuh baru harus mulai belajar dari awal lagi untuk memberikan ASIP. Kembali terjadi bahwa bagian tersulit dari mengasuh anak saya adalah memberikan ASIP karena tangisannya yang sangat keras. Ya Allah, besar keinginan untuk resign saat itu. Tapi alhamdulillah tak lama kemudian mulai MPASI yang sedikit menolong, dan saya masih bisa merutinkan diri untuk menyusui langsung saat jam istirahat hingga usia anak saya 1 tahun.
Setelah satu tahun lebih, di bulan ramadhan saya coba berikan ASIP dan juga susu UHT karena saya berpuasa. Namun, animonya masih minim, tetap menyusui langsung yang paling favorit. Di saat GTM melanda, ASI pun menjadi andalan bagi anak saya. Di saat anak-anak lain seusianya tidak lagi ASi-holic, anak saya masih saja tak bisa lepas dari ASI kapanpun di manapun. Di daycare saat saya jemput pasti minta ASI dulu, di perjalanan dari daycare saat saya mengendarai motor dia juga sambil minum ASI. Di perjalanan saat anak-anak lain santai tanpa ASI, anak saya tidak bisa lepas dari ASI. Intinya di saat-saat bersama saya, dia optimalkan permintaan ASInya. Saya selalu maklum dan menyebutnya balada anak daycare. Tanpa saya dia mampu bertahan tanpa ASI, tapi begitu lihat saya sinyal kebutuhan ASInya langsung ON. ASIP saya stop di usia 1.5 tahun, saya tak lagi memerah ASI di kantor. Tapi demand saat di rumah dan tengah malam masih tinggi, ya hingga jelang 2 tahun anak saya masih sering terbangun di malam hari untuk minta ASI. Jadi resmi sudah 2 tahun tidak tidur nyenyak dalam satu malam :).
Ya karena kisah minum ASI yang tak mudah bagi anak saya, saya seakan memberi pemakluman jika saya harus menyusui anak saya lebih dari 2 tahun. Saya merasa anak saya belum cukup mendapatkan ASI jadi tak apalah jika saya lebihkan. Tapi saya ingat-ingat lagi, bahwa menyusui 2 tahun itu perintah Allah. Salah saya jika dalam 2 tahun ini anak saya tidak full ASI karena saya bekerja T.T, dan jangan ditambah lagi dengan kesalahan saya menolak perintah Allah bahwa menyusui itu 2 tahun. Dialog iman itu pun terjadi pada diri saya. Saya harus menguatkan diri sebelum mengajak anak saya untuk memahami dialog iman ini.
“Para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. Dan kewajiban ayah memberi makan dan pakaian kepada para ibu dengan cara ma’ruf (baik). Seseorang tidak dibebani melainkan menurut kadar kesanggupannya. Janganlah seorang ibu menderita kesengsaraan karena anaknya dan seorang ayah karena anaknya, dan warispun berkewajiban demikian. Apabila keduanya ingin menyapih (sebelum dua tahun) dengan kerelaan keduanya dan permusyawaratan, maka tidak ada dosa atas keduanya. Dan jika kamu ingin anakmu disusukan oleh orang lain, maka tidak ada dosa bagimu apabila kamu memberikan pembayaran menurut yang patut. Bertakwalah kamu kepada Allah dan ketahuilah bahwa Allah Maha Melihat apa yang kamu kerjakan.” (QS. Al-Baqarah [2]:233)
2 tahun penuh, adakah yang lebih sempurna dari itu? Begitu kalimat yang didiskusikan oleh ibu-ibu di grup Mommee. Di ayat tersebut juga disebutkan tidak ada dosa jika ingin menyapih sebelum 2 tahun dan di surat Al-Ahqaf berikut ini juga mengandung sampai menyusui itu 30 bulan. Jadi jika hamil 9 bulan boleh saja menyusui 21 bulan. Saya maju mundur maju mundur, hingga hari itu tiba dan saya baru memulai proses menyapih. Telat memang, karena baru saya mulai saat hari H deadline. Bulan bulan sebelumnya saya hanya katakan, nanti kalau sudah 2 tahun tidak minum ASI lagi ya. Tapi praktiknya 0 besar sehingga tak ada progress hingga hari H.
“Kami perintahkan kepada manusia supaya berbuat baik kepada dua orang ibu bapaknya, ibunya mengandungnya dengan susah payah, dan melahirkannya dengan susah payah (pula). Mengandungnya sampai menyapihnya adalah tiga puluh bulan, ….” (QS. Al-Ahqaf [46]:15)
Di saat usia anak saya benar-benar 2 tahun, saya baru mulai memberi semangat pada diri saya agar saya menyapih anak saya. Ya seperti saya bilang sebelumnya, saya sudah pesimis dan membuat pemakluman jika harus lebih dari 2 tahun. Berawal dengan mengajak anak saya untuk membulatkan tekad bersama dengan membuat kalimat, “Laras sudah gede. Kalau sudah gede tidak minum ASI. Itu perintah Allah”. Kalimat ini saya ajarkan berulang-ulang hingga anak saya hafal dan paham anaknya. Dalam waktu seminggu, alhamdulillah anak saya bisa mengikuti dan memahami kalimat ini. Bahkan pernah suatu hari, saat saya tak ada, ia bersandar di tembok dan mengucapkan kalimat tersebut di hadapan eyangnya. Eyang yang mendukung dia untuk menyusu lebih dari 2 tahun pun terenyuh, langsung menggendong dan mencium cucunya.
Surprise, kalimat itu mampu memotivasi anak saya tidur tanpa minum ASI. Padahal keajaiban sebelumnya jika ada saya dia mampu tidur tanpa minum ASI. Alhamdulillah saya tidak menyangka jika efeknya demikian cepat. Sebelum tidur saya hanya menambah ritual minum susu dan baca cerita. Setelah itu dia akan berusaha tidur sendiri. Di siang hari pun bisa dinego, tapi saat tengah malam terbangun, ia tidak sadar bahwa tidak boleh minum ASI sehingga menangis meronta-ronta. Dan tak jarang saya pun luluh begitu saja karena kondisi tubuh juga lelah dan tidak bisa memberi banyak alternatif. Dipegang abinya, semakin jadi menangisnya. Kesimpulannya, ternyata di minggu pertama tekad menyapih saya belum bulat jadi anak saya masih minum ASI saat tengah malam. Di tengah malam saya sampai memohon pada Allah agar diberikan kekuatan selama proses menyapih dan anak saya tetap terpenuhi gizinya. Ya, anak saya agak susah makan jadi tanpa ASI semoga ia tetap terjaga. Ini perintah Allah. Ini perintah Allah. Ini perintah Allah. Maka semoga Allah jaga nutrisi untuk anak saya karena kami sama-sama berjuang untuk menjaga perintah Allah.
Alhamdulillah, hari ini 2 tahun 3 minggu, anak saya benar-benar sudah berhenti minum ASI. Jika saja tekad saya lebih bulat, mungkin bisa tepat 2 tahun untuk menyapih. Kurang lebih saat ini tidak ada drama yang panjang dan menghebohkan seperti bayangan saya akan ada perang dunia setiap jelang tidur dan tengah malam. Tapi drama yang terjadi, saat ingin minum ASI dia akan sedikit tantrum dan tidak mau diberikan apapun. Dia sadar tidak boleh minta ASI tapi masih belum bisa menguasai emosi saat minta ASI. Hingga akhirnya kesal tanpa sebab, tapi alhamdulillah tanpa bilang bahwa dia ingin ASI. Ya selalu ada drama dalam perjuangan ini.
Di tulisan ini tidak ada tips menyapih secara khusus. Mommee bisa lihat tips dari Mommee lain di sini. Saya hanya mengingatkan diri saya khususnya, bahwa menyapih adalah perjuangan, bagi kita para ibu dan anak kita. Kalau dari saya, kuncinya tekad dan yakin dulu. Jika semua karena Allah, maka mohonlah pertolongan pada Allah. Awalnya saya ingin minta bantuan ibu atau suami, namun ternyata tidak bisa dan menyadarkan kembali bahwa hanya Allah tempat bergantung. Orang-orang di sekitar saya surprise melihat anak saya bisa disapih dengan cepat karena tau betapa maniaknya dia dengan ASI dulu. Alhamdulillah, segala puji bagi Allah yang memberi petunjuk bagi kami untuk menyudahi perjuangan ini. Ya menyapih adalah perjuangan, akhir dari perjuangan ini adalah awal dari perjuangan yang lain.
“Dan Kami perintahkan kepada manusia (berbuat baik) kepada dua orang ibu-bapanya; ibunya telah mengandungnya dalam keadaan lemah yang bertambah-tambah, dan menyapihnya dalam dua tahun. Bersyukurlah kepadaKu dan kepada dua orang ibu bapakmu, hanya kepada-Kulah kembalimu.”(QS Luqman [31]: 14).
Semoga Allah catat kebaikan kita, untuk para ibu, yang berjuang untuk anak-anaknya di manapun berada.