
MoMMee.org – Siapa di antara kita yang tak pernah marah kepada anak?
Sebagai orangtua, tentu kita pernah marah atau kesal pada anak. Jika ditilik-tilik, ada saja polah mereka yang menjadi ujian atas kesabaran hati. Lalu bagaimanakah panduan Islam agar kita dapat mengendalikan marah kepada anak?
Secara umum, Rasulullah saw telah mengingatkan kita betapa pentingnya mengendalikan amarah. Dalam hadits yang cukup populer, beliau bersabda, “Jangan marah, bagimu surga.” (shahih HR. Thabrani). Ibnu Hajar dalam Fathul Bani menjelaskan makna hadis itu: “AlKhath thabi berkata, “Arti perkataan Rasulullah SAW ‘jangan marah’ adalah menjauhi sebab-sebab marah dan hendaknya menjauhi sesuatu yang mengarah kepadanya.” Menurut ‘Al-Khaththabi, marah itu tidaklah terlarang, karena itu adalah tabiat yang tak akan hilang dalam diri manusia.
Yang mengesankan, Rasul tak hanya melarang kita marah, namun juga memberikan panduannya. Seperti apa cara mengendalikan marah terutama kepada anak, mari kita simak tipsnya.
1. Sadari bahwa marah (yang tidak pada tempatnya) adalah perbuatan tercela.
Syekh Abdul Azis bin Fathi as-Sayyid Nada dalam kitab Mausuu’atul Aadaab al-Islamiyah menyatakan bahwa “Jangan marah kecuali karena Allah, dan berlemah-lembutlah dan tak marah karena urusan dunia”. Tampak jleb sekali ya, seringkali kita marah atas mainan yang berantakan, kondisi rumah yang kacau karena ulah anak-anak, atau hal-hal sepele yang jika kita pikir ulang, sangat tidak layak untuk menjadi alasan marah.
2. Sadari dampak marah kepada anak
Kemarahan hanya akan menurunkan wibawa dan meninggalkan penyesalan. Sementara dampak pada anak, milyaran sel otaknya dapat terputus jika mendengar suara keras dan bentakan. Menurut Lise Gliot, ia telah meneliti bahwa suara keras dan membentak dari orang tua dapat menggugurkan sel otak yang sedang tumbuh, pada anak yang otaknya masih dalam masa pertumbuhan (fase golden age – sekitar 0-3 tahun). Selain itu bentakan juga menimbulkan efek jangka panjang seperti perilaku banyak melamun, lambat memahami sesuatu, mudah meluapkan emosi negative (marah, sedih atau panik), sering stress dan depresi. Hal ini dikarenakan sel otak yang aktif lebih sedikit daripada yang seharusnya.
3. Membaca ta’awudz.
Karena amarah berasal dari setan, maka dianjurkan untuk berlindung kepada Allah dari godaannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Apabila seseorang marah, kemudian membaca: A-‘udzu billah (saya berlindung kepada Allah) maka marahnya akan reda.” (Hadis shahih – silsilah As-Shahihah, no. 1376).
4. Diam dan menarik nafas.
Seringkali marah membuat orang tua sangat mudah melontarkan kata-kata buruk atau menyakitkan bagi anak. Rasulullah SAW bersabda, “Apabila salah seorang dari kalian marah, hendaklah ia diam.” (HR Ahmad). Selama diam ini kita dapat menarik nafas dalam-dalam dan perlahan agar menjadi lebih tenang. Bernafas akan memberi jeda dan inilah kesempatan otak logis untuk bekerja melampaui emosi yang tengah bergejolak seiring kemarahan kita.
5. Mengubah posisi
Mengubah posisi ketika kita marah adalah petunjuk dan perintah dari Rasulullah Saw. Beliau bersabda, “Jika salah seorang di antara kalian marah ketika berdiri, maka hendaklah ia duduk. Apabila marahnya tidak hilang juga, maka hendaklah ia berbaring.” (HR Ahmad). Mengenai hadits ini, Al Khithabi menjelaskan dalam Ma’alim As-Sunan (4/108) bahwa orang yang berdiri, mudah untuk bergerak dan memukul, orang yang duduk, lebih sulit untuk bergerak dan memukul, sementara orang yang tidur, tidak mungkin akan memukul. Perintah beliau untuk duduk, agar orang yang sedang dalam posisi berdiri atau duduk tidak segera melakukan tindakan pelampiasan marahnya, yang bisa jadi menyebabkan dia menyesali perbuatannya setelah itu.(*)
(bersambung)