
MoMMee.org – Bismillahirrahmanirrahim, Seiring masjid-masjid yang kian ramai diisi oleh anak-anak dan balita di waktu tarawih, diskusi-diskusi yang berseliweran seputar masjid dan anak pun bergulir makin seru; mulai dari ide-ide tentang bagaimana membangun bonding anak-anak ke masjid, ikhtiar mengikat hati mereka agar senang ke masjid, dan curhatan-curhatan emak-emak yang merasa anaknya pernah jadi “korban” aparat masjid. Dan seperti biasa, kaum emak-emak, mami-mami, mamah mamah, ibuk-ibuk, adaaaa aja bahan diskusinya yang ngga jarang ujung-ujungnya bikin pelakunya baper, banding-banding antara pilihan yang satu dengan lainnya, banding-bandingin antara teori dan realita (lha, itu mah saya 🙈😂)
Ada yang berkobar-kobar semangatnya mengajak anak ke masjid sedini mungkin,
Ada yang “slow and steady” alias selow motion dan baru mulai bergerak setelah si anak siap, macam-macamlah pokoknya.
Nah, sampai di tahap ini baiknya menahan lisan untuk tidak saling mengomentari, karena setiap keluarga punya cara didik yang berbeda, orangtua dengan aktivitas berbeda dan karakter pembawaan anak yang juga ngga sama.
Yang selanjutnya akan dibahas disini adalah sedikit pencerahan yang saya dapat seputar tahap demi tahap yang bisa dilakukan orangtua untuk membangun kecintaan terhadap masjid di diri anak-anaknya. Bukan ide saya sendiri (jelas!), ini tulisannya DR. Adnan Hasan Shalih Baharits dalam bukunya, “Tanggung jawab ayah terhadap Anak laki-laki” (bukunya bisa dibeli di toko online Gema Insani Press, #bukanEndorse, #nggajualbuku)
Nah, kalo tulisannya tentang mendidik anak laki-laki, yang perempuan kepiye?
Simak aja dulu ya moms, moga bisa sama-sama ditarik benang merahnya untuk putri-putrinya di rumah.
Menyelami gagasan syaikh Adnan Baharits seputar Anak dan Masjid, dalam buku ini, proses melatih anak ke masjid masuk sebagai fase lanjutan dari pendidikan shalat, dimana akan wajib bagi anak laki-laki yang sudah baligh untuk berjamaah di masjid.
Sebagai bagian dari pendidikan iman (shalat sebagai penanaman rasa pengawasan Allah) sekaligus pendidikan sosial (anak menerima tanggungjawab sebagai pribadi muslim), ada tahap-tahap yang penting untuk diperhatikan sebelum memulai mengajak anak ke masjid, kalau mau agak-agak saintifik dikit, bolehlah disebut dengan ‘masjid readiness‘ (jangan cari di kamus, ngga bakal ketemu 😆)
❗️Disclaimer : Ini ngga sedang nuding-nuding emak-emak yang bawa balita ke masjid karena ngga punya pilihan lain yaa, misal mau tarawih atau i’tikaf tapi anak ‘ngga ada yang jagain. (Karena saya juga gitu.. 😆😆)
Trus, jadinya kapan anak mau mulai diajakin ke masjid? Bicara tentang masjid tentu ngga lepas dari bicara tentang shalat. Kapan shalat mulai diperintahkan? Umur 7 tahun. Dan sebelum umur 7, apa yang bisa dilakuin ibu-bapaknya?
Banyak!
Mulai dari ‘pencitraan’ alias menampilkan keteladanan, karena anak lebih mudah meniru yang dilihat daripada yang didengar, sembari membiasakan adab terhadap orang yang sedang shalat (ngga lewat didepannya, ngga panggil panggil, dsb dsb), sampai di usia tamyiz nanti, anak perlahan mulai diajarkan fiqh thaharah, gerakan-gerakan shalat, hafalan bacaan shalat & surah pendek, batasan aurat, hal hal yang membatalkan wudhu, keutamaan shalat sebagai perintah Allah dan sebeagaimya.
Weit, weit, kan tadi mau bahas masjid? Kok, jadi bertele-tele bahas shalatnya?
Tahaan, sabar mom,
Diuraikan bertahap yaa..
Secara tujuan pertama dari membangun bonding anak dengan masjid ‘kan supaya anak ‘ngga lagi merasa berat saat harus menunaikan kewajibannya shalat jamaah, supaya langkahnya ke masjid dimotivasi oleh rasa cintanya.. Jadi harapannya ringan, atau berat kudu tetep jalan.
Dan kurang lebihnya berikut beberapa poin yang perlu jadi pertimbangan :
🍀 Luruskan Niat
Iyap, dimana-mana ibadah mulai dari bab niat. Karena niat yang terumuskan jelas akan membantu kita menyusun langkah-langkah konkrit dan target yang rasional, alias ga over ekspektasi.
Over ekspektasi gimana?
Misalnya, kapan sholat wajib untuk anak? Umur 10
Nah, urusan shalatnya saja baru wajib umur 10, jangan sampai kita ambil sikap berlebihan, anak 7 tahun shalatnya masih disuruh dan ke masjid uring-uringan udah kita jiwelin.
Juga ‘ngga pundung cuma karena batita kita yang ke masjid masih belum bisa tertata adabnya lantas disana dia nabokin anak orang (ini mah si hamka), atau bikin kotor pupup-peep sana-sini (pakein pampers/clodi biar ngga rempong), atau bikin bising. Ini semua peer ortunya ini ngerapiin.
🍀 Perhatikan tahapan
Ini khusus yang mengajak ke masjid sebagai bagian dari pendidikan, bukan karena poin kedaruratan (ngga ada yang jaga dsb).
Ketika ajakan ke masjid sudah jadi bagian dari proses pendidikan, pastikan tahapan-tahapan persiapannya sudah dijalani.
trus, bagaiamana tahapannya? Insyaa Allah menyusul di postingan berikutnya. 😋
❗️Disclaimer (lagi!😆)
Ini bukan mau bilang anak-anak yang belum siap dilarang ke masjid, ngga gitu.. Karena shalat berjamaah di masjid menjadi bagian dari pendidikan sosial, maka ketika berada disana juga perlu memperhatikan ketentraman dan ketertiban di dalamnya. Shalat wajib berjamaah di masjid beserta menjaga kekhusyuannya itu ‘wajib’, dan bawa balita ke masjid itu ‘boleh’, jangan sampai hal yang mubah hukumnya lebih dikedepankan dibanding hal yang wajib.
Karena semangat mengilmui tiap kebaikan yang sedang berusaha kita lakukan pun tak kalah pentingnya dengan kebaikan yang melakukan kebaikan itu sendiri.(*)
🙂🙂🙂