
MoMMee.org – Ayah Irwan Rinaldi, penggiat Fathering menjelaskan bahwa Indonesia sedang mengalami situasi ‘Father Hunger’ yaitu kerusakan psikologis pada anak-anak karena tidak mengenal ayahnya. “Itulah yang menyebabkan anak-anak kita rendah diri dan terlalu bergantung pada orang lain,” kata Ayah Irwan, di sesi kedua Kajian Tematik Sekolah MoMMee, di Jakarta, Minggu 25 September 2016.
Fenomena tersebut juga yang menyebabkan anak-anak kesulitan menetapkan identitas seksualnya, seperti anak lelaki yang menjadi feminim atau anak perempuan menjadi hipermaskulin. Bagi anak perempuan, kekurangan sosok ayah juga membuatnya sulit menentukan pasangan yang tepat ketika dewasa, karena tidak ada role model dalam kehidupan semasa kecilnya.
Karena itu, peran ayah sangat besar dalam pengasuhan anak. Bahkan, menurut Ayah Irwan, dunia pengajaran di sekolah seharusnya didominasi oleh guru laki-laki. “Jadi selama ini ada paradigma masyarakat yang salah terhadap anak-anak. Guru justru 90% perempuan,” ujar Ayah Irwan.
Karena ayah sibuk bekerja, ayah menjadi ada tapi tiada, bisa disentuh fisiknya tapi tidak bisa disentuh jiwanya. Padahal anak adalah takdir dari Allah (QS 42;49), anak adalah amanah Allah (QS 27, 28), dan kita semua akan dimintai pertanggungjawaban di akhirat kelak (QS 13;21).
Idealnya, seorang ayah menjadi Roiyah atau Penggembala, memberikan makan dan minum yang halal yang berpengaruh pada karakter anak. Ayah menjadi Qudwah atau teladan yang lebih baik dari ribuan kata-kata. Ayah menjadi Muajjahan atau pengarah yang tahu potensi anak dan mengawasinya ke jalur yang baik. Ayah adalah Murabbiyah atau pendidik yang bisa memberikan yang terbaik di saat yang terbaik sesuai tahap perkembangan anak. Ayah adalah Nasihah atau pemberi nasihat karena semua anak memiliki fitrah baik, tugas Ayah mengembalikan fitrah tersebut. Terakhir Ayah adalah Maroji atau Rujukan yang berbicara agar anak mau mendengar dan mau mendengar agar anak mau berbicara.
Ayah Irwan menjelaskan, pola asuh laki-laki dan perempuan sangat berbeda. Ayah harus bisa mengasuh anak laki-laki menjadi anak laki-laki seutuhnya. Pada usia 0-7 tahun biarkan anak lelaki menjadi pusat perhatian Ayah. “Berikan kedekatan, kepercayaan, kehangatan, kebaikan hati, dan pusat perhatian,” kata Ayah Irwan. Pada usia 7-14 tahun anak lelaki sangat membutuhkan ayah tetapi ibu jangan pergi. Ayah harus terlibat dalam kehidupan anak, bisa menyediakan waktu, santai tapi serius. “Ajarkan sisi kelaki-lakian,” kata Ayah Irwan.
Sedangkan pada usia 14 tahun sampai dewasa, remaja lelaki harus diasuh secara ekstra. “Ajarkan keterampilan, rasa tanggung jawab, dan harga diri,” ujar Ayah Irwan. Di usia ini, remaja lelaki seharusnya sudah memiliki roadmap impian hidupnya, seperti ingin sekolah di mana, kuliah di mana, bekerja di
bidang apa, dan gali potensi prestasinya. “Jika anak lelaki sudah memiliki roadmap cita-citanya, tidak akan ada waktu untuk nongkrong. Atau kalaupun dia nongkrong sama teman-temannya, itu sudah ada di roadmap hidupnya,” kata Ayah Irwan sambil tertawa.
Untuk anak perempuan, pada usia 0-7 tahun ayah bunda harus ada untuk memberikan cinta, rasa aman, dan nyaman. Pada usia 7-14 tahun, seorang ayah harus bisa mengajarkan empat sosok perempuan terbaik. Yaitu Maryam binti Imran yang menghebatkan anaknya Nabi Isa AS, Khadijah binti Khuwalid yang menghebatkan suaminya Nabi Muhammad SAW, Fathimah binti Muhammad yang menghebatkan ayahnya Nabi Muhammad SAW, dan Aisyah binti Muzahim istri Firaun yang menghebatkan anak tirinya Nabi Musa.
Lalu pada usia 14 tahun hingga dewasa, remaja perempuan harus diajarkan keterampilan, rasa tanggung jawab, dan harga diri. “Ayah adalah cinta pertama anak perempuan, ayah bisa punya cinta yang lain, tapi tidak demikian dengan anak perempuan,” ujar Ayah Irwan.(*)