
MoMMe.org – Edisi main bareng Anak #1.
“Eh, anaknya pemalu ya.. Takut orang?”
“Kalau anakku sih berani, lingkungan seramai apa juga ngga pernah nangis..”
😑😑😑👆
Ngerasa akrab sama komen-komen bernada serupa? Toss, ah. Sebagai ibu dari anak yang tipenya slow to warm, alias ngga gampang nempel sama orang asing, sudah tiga tahun telinga saya kebal sama komen-komen macam ini 😌
Terganggu? Ya, kadang… Pun berusaha menikmati prosesnya, proses ketika anak saya hanya mau sama ibunya tercinta atau orang-orang terdekat. Toh, ngga akan lama masanya. Nanti usia SD juga dia bakal lebih banyak main sama temen yang mana bakal bikin saya merindukan masa-masa ini. Ups curcol…
Tapi poin curhatan kali ini bukan tentang itu, bukan tentang terganggunya saya sama perilaku umar yang ‘lama panasnya’ atau komen-komen yang bikin telinga gatel. Yang sering saya sayangkan adalah sempitnya makna ‘social skill‘ anak yang dipahami kebanyakan orang tua. Bahkan oleh orang terdekat di sekitar saya.
Berani atau tidaknya anak berada di tengah-tengah orang banyak dianggap mewakili parameter anak yang mami bersosialisasi. Padahal, lebih dari itu, sudahkan anak menguasai ketrampilan sosial yang dia butuhkan untuk menjadi bagian dari lingkungannya? Seminimalnya keberadaannya tidaklah menimbulkan gangguan atsu ketidaknyamanan bagi orang lain.
Buat saya yang baru 3 tahunan menjadi ibu, beberapa hal di bawah ini pentiiiiiiiing banget dikenalkan sejak dini, yang akan membantunya saat terjuan ke dunia sosial kanak-kanaknya nanti :
1⃣ Empati
Anak anak yang sejak bayi dilatih untuk memperhatikan perasaan orang lain, misalnya katakan kita merasa sakit saat dia memukul, atau kita merasa sedih saat dia membuang barang/bicara keras, juga ajak dia membayangkan perasaannya saat mainannya direbut. Ini tidak menjamin 100% anak akan lurus-lurus aja; ngga teriak, ngga merebut, dst. Namanya juga kanak-kanak.
Tapi melatih empati akan membantu anak memahami bahwa perbuatannya telah menyakiti orang lain. Perasaan bersalah yang muncul diharapkan jadi titik awal penyedalan atas perbuatannya yang kelak akan memotivasinya untuk minta maaf. Anak-anak tanpa empati tidak merasa bersalah dengan terganggunya atau tersakitnya orang lain oleh perbuatannya 😭.
2⃣ Konsep kepemilikan
Walaupun di usia tertentu anak akan menganggap semua yang ada adalah miliknya. Namun, mereka tetap bisa dikenalkan, mana miliknya dan mana yang bukan. Latih mereka untuk meminta izin sebelum menggunakan barang milik orang lain.
Dengan pembiasaan yang konsisten, sambil dijelaskan pelan-pelan, mereka akan belajar bahwa ‘mau’-nya mereka itu bukanlah tanpa batas, ada hak hal orang lain yang perlu dijaga. Pun jangan terkejut jika anak-anak yang dilatih menghargai hak milik orang lain ini juga teramat amat posesif dengan apa yang menjadi miliknya. Bukan berarti ia tak mampu berbagi, itu pemelajaran di chapter yang berbeda.
3⃣ Membela diri
Dunia anak adalah miniaur dunia dewasa, yang bisa kita temui di dalamnya dominasi, kekerasan fisik-verbal? bullying, dan hal-hal lain yang ngga lucu pun dilakukan oleh anak anak berwajah malaikat itu 👦👶
Melindungi anak kita 24 jam pastilah mustahil, cuma Allah yang ngga pernah tidur yang bisa 😄
Dan anak juga tidak bisa terus menerus dilindungi dari hal macam ini. Maka penting buat mereka untuk belajar mengkomunikasikan perasaannya kebutuhan dan kepentingannya dengan cara yang patut dan bisa dimengerti.
Latihan pertamanya adalah dengan belajar menyampaikan perasaannya dengan kata-kata yang jelas dan bisa dipahami; bukan rengekan, teriakan, apalagi kekerasan. Yang ini akan dipelajari anak plek-plek dari lingkungan keluarganya. Bagaimana sang ibu berkomunikasi dengn anak, begitulah anak akan berkomunikasi dengan dunia.
Dari ibu atau lingkungan yang selalu menyampaikan perasaannya dalam keadaan marah, atau ngomel; anak akan belajar bahwa begitulah caranya berkomunikasi dengan dunia.
Pun tidak general, ada anak yang orang tuanya bicara santun dan tertata, namun karena ia sedari kecil tidak terbiasa ditanya atau dilatih mengungkapkan perasaannya, sekali ia membuka mulut adalah kata kata penuh muatan negatif yang keluar.
Selain dilatih mengkomunikasikan perasaan dan keinginannya secara verbal, anak juga perlu tahu bahwa ia boleh menghindar jika disakiti, melapor, atau bahkan membalas sebagai pilihan terakhir. 💪👊😏
Masih banyak sebetulnya ketrampilan sosial yang butuh dilatih sejak dini,
– sapa, salam, senyum
– tolong, terimakasih, maaf, pemisi
– menjaga dan tidak merusak barang
Tapi masing masing ada masanya yang menghajatkan siapnya mereka.
Poin penting dari apapu nilai yang kita ajarkan adalah, bahwa anak-anak adalah miniatur orang dewasa, hal-hal yang setelah dewasa tidak patut dilakukannya, juga tidak boleh dibiarkan sejak kecil. Pun dengan keterbatasan mereka, tidak mungkin tidak membuat kekeliruan.
Namun, memaklumi keterbatasan amatlah berbeda dengan mengabaikannya.
Jika pengabaian membiarkan mereka berbuat salah tanpa teguran, arahan; memaklumi keterbatasan adalah meluruskan mereka tanpa melukai, tanpa menghakimi.(*)