
MoMMee.org – Dunia pendidikan yang berafiliasi pada dunia politik membuat system pendidikan kita berubah-ubah seiring dengan pergantian mentri pendidikan. Inginnya sih pendidikan Indonesia bisa bersaing di dunia persaingan global, tapi yang terjadi justru pendidikan Indonesia makin tertinggal jauh dari pendidikan di negeri maju maupun negeri tetangga.
Pendidikan kita makin mengagungkan coretan angka yang biasa kita sebut nilai. Ternyata selain rupiah, nilai juga mengalami inflasi yang cukup dahsyat. Di tahun saya sekolah dulu, nilai 10 dan 9 di ujian akhir adalah suatu kemewahan yang hanya bisa diraih anak-anak super pintar. Hari ini, melihat deretan angka 9 di ujian akhir menjadi hal yang biasa saja. Anak yang biasa-biasa saja tingkat kepintarannya bisa mendapatkan nilai sebagus itu.
Banyak ditemui oknum guru dan sekolah yang ikut mendukung kecurangan saat UN bahkan membantu mengisi jawaban murid saat UN berlangsung. Murid tak kalah pintar, ia membeli kunci jawaban yang beredar cukup luas dan mencoba secerdas mungkin agak bisa melihat kunci jawaban saat ujian berlangsung.
Hasil akhirnya bisa ditebak. Anak punya nilai UN tinggi. Orangtua senang karena anaknya bisa masuk ke sekolah bagus, guru dan kepala sekolah senang karena sekolahnya punya anak-anak dengan nilai bagus yang akan meningkatkan imej sekolah mereka, dinas pendidikan dan mentri pendidikan senang karena anak-anak Indonesia ternyata bisa mencapai standar kelulusan yang sudah mereka terapkan?
Apakah hasil pendidikan yang bisa di peroleh dari segala penipuan yang terjadi secara sistematis itu?
Anak berkarakter penipu, malas, suka cara instan, tak percaya dengan kemampuannya sendiri
Tak heran bila panggung-panggung cara instan menjadi artis laku keras di Negara kita. Banyak yang ingin sukses sekejap semudah mereka lulus UN dengan cara instan dan hasil memuaskan.
Orang-orang yang tidak sepakat dengan system ini tak sedikit yang memutuskan untuk keluar dengan cara menjadi praktisi home education. Orang tua lain mencari sekolah yang masih memiliki idealisme pendidikan yang tinggi untuk anak-anak mereka dan tidak terjebak di dalam sistem pendidikan Indonesia.
Sudah saatnya pendidikan kita bangkit dari hingar binger tujuan semu yang bernama “nilai”. Sudah saatnya pendidikan kita kembali ke hakikat pendidikan sesungguhnya. Pendidikan sebagai daya upaya untuk memajukan budi pekerti ( karakter, kekuatan bathin), pikiran (intellect) dan jasmani anak-anak selaras dengan alam dan masyarakatnya”.(*)