
MoMMee.org – Ketika kegiatan harian sudah seperti roda mesin yang terus berputar agar suatu kehidupan berjalan sebagaimana seharusnya, maka esensipun lenyap.
Walau tak akan berukarang 1 biji zarahpun, pahalanya di sisi Allah, tetaplah berbeda, kegiatan dengan esensi dan kegiatan tanpa esensi
Ketika berusaha memurojaah hafalan anak-anak, dengan didikan yang semi keras, kadang saya lupa mengingatkan kembali kepada anak dan diri sendiri, apa esensi dari menghafal qur’an.
Ketika mengantarkan anak-anak kita ke depan gerbang sekolahnya, kadang kita lupa dari esensi mendidik anak, untuk apa anak kita masuk ke sekolah ini, mengapa kita sekolahkan anak-anak kita, mengapa sekolah ini yang kita pilih?
Esensi yang terlupa ini menjadi fatal ketika akhirnya orangtua lupa, esensi Allah menciptakan anak-anak mereka.
Orangtua yang lupa ini akhirnya terbawa arus zaman, dimana anak mereka harus menjadi yang paling cepat bisa baca tulis, anak mereka harus pandai berhitung, anak mereka harus menang di kompetisi A, B, C, sampai Z.
Padahal dunia semakin tua, ajal semakin mendekat, apakah guna dari pengejaran-pengejaran arus zaman tersebut, bila esensi kehadiran anak terlupa.
Pernahkah terbayang, bila dalam waktu dekat ternyata ajal kita datang, sementara anak-anak kita masih kecil, apa yang sudah kita tanamkan dalam diri anak kita yang bermanfaat di masa depan, apa pula yang bisa kita tanamkan sehingga mereka bisa menjadi pemberat amal kita, teman di kala tak ada teman terbaik selain amalan terbaik?
Mulailah focus terhadap mendidik karakter anak-anak kita. Karakter yang terbaik adalah karakter seperti Rasulullah. Sebaik-baiknya anak bukanlah anak yang paling pandai, seberapa sering kita saksikan anak yang pandai tapi durhaka kepada orangtua. Anak yang paling baik adalah anak yang sholeh. Anak yang paham hak dan kewajiban kepada orangtua dan Allah, penciptaNya.(*)