
MoMMee.org – “Juu..Juu..” ujarnya berulang sambil menarik narik baju yang kupakaikan.
“sayang, katakan yang jelas,, mau lepas baju..” ia terus menangis dan baru tersenyum ketika aku melepas bajunya.
“Mennn..meenn” ujarnya lagi sambil memberikan baju spiderman.
“Mi…miiii..menn men” -Abdurrahman, 22 bulan-
************************************************************************************
Delayed speech itu apa sih? anak disebut mengalami keterlambatan berbicara ketika perkembangan berbicaranya tidak sesuai dengan milestone pada usianya. Berikut Milestone perkembangan berbicara bayi dan anak menurut Denver II, Frankenburg WK dkk (1990 dalam www.idai.or.id):
- Sekitar umur 7 – 8 bulan bayi mulai bisa bersuara satu suku kata, misalnya: ma atau pa atau ta, atau da
- Sekitar umur 8 – 10 bulan bisa bersuara bersambung, misalnya : ma-ma-ma-ma, pa-pa-pa-pa, da-da-da-da-, ta-ta-ta-ta
- Sekitar umur 11 – 13 bulan mulai bisa memanggil : mama !, papa !
- Sekitar umur 13 – 15 bulan mulai bisa mengucapkan 1 kata, misal : mimik, minum, pipis
- Sekitar umur 15 – 17 bulan mulai bisa mengucapkan 2 kata
- Sekirtar umur 16 – 18 bulan mulai bisa mengucapkan 3 kata
- Sekitar umur 19 – 22 bulan mulai bisa mengucapkan 6 kata
- Sekitar umur 23 – 26 bulan mulai bisa menggabungkan beberapa kata : mimik cucu
- Sekitar umur 24 – 28 bulan mulai bisa menyebutkan nama benda, gambar
- Sekitar umur 26 – 35 bulan, bicaranya 50 % dapat dimengerti orang lain
- Nah, lalu Kapan kita harus mulai mengkhawatirkan perkembangan Bahasa anak kita? Berdasarkan diskusi dengan para ummis di grup Mommee (Mother and Muslimah Meet Up), berikut poin poin mengenai delayed speech.
- Wajar bila seorang ibu agak cemas dengan perkembangan anak, namun jangan menggunakan anak lain sebagai perbandingan tumbuh kembang bagi anak kita. Untuk Berat badan misalnya, lihat plot grafik Berat Badan. Untuk perkembangan Bahasa, lihat di milestone Bahasa. Perkembangan anak lain yang lebih awal dari anak kita cukup jadikan sebagai pemicu. Toh banyak di usia ini yang belum terlalu lancar bicaranya.
- Tidak masalah sekarang anak hanya mampu mengucapkan ujung kata atau ujung kalimat saja, sambil dilatih terus pengucapan yang benar sejelas mungkin, nanti akan ada masanya perkembangan bicara anak kita cepat. Yakinkan diri bahwa setiap anak selalu tau ‘kapan waktunya mereka ngomong’.
- Yang penting adalah tetap semangat, karena sebagai Ibu, kita adalah pijakan terakhir yang harus terus menyemangati anak kita
- Perkembangan Bahasa ada dua: mengerti konsep dan pengucapan. Nah, kalau anak kita sudah bisa disuruhd engan perintah sederhana itu berarti pemahaman konsepnya sudah bagus, tinggal pengucapannya saj. Dan pada awalnya memang anak hanya mampu mengucapkan ujung kata atau ujung kalimat. Insyaallah akan terus berkembang kemampuan vokalnya.
Saya kemudian teringat dengan Anak dari Aljazair, yang mengalami delayed speech sampai usia 3 tahun. Namun di usia tersebut, kata2 pertama yang keluar dari lisannya adah Surah Alkahfi, karena sering mendengar bundanya mengaji. Mungkin itu yang dibahasakan bahwa anak seperti sponge. Mereka menyerap segala sesuatu, walau terlihat diam sambil beraktivitas sebenarnya mereka menyimak. Penting juga bagi kita untuk memperbanyak mendoakan anak. Berdoa lebih detil, memohon pertolongan Allah agar anak lancar mengucapkan kalimat thoyibah, lancar melafalkan dan menyenandungkan Alqur’an, lancar berbicara.
Salah seorang anggota grup, sebut saja bunda Lala, menceritakan pengalamannya. Salah satu putra nya mengalami delayed speech. Menurut Psikolog yang didatanginya, Ratih Ibrahim, usia 1,5 tahun anak seharusnya sudah bisa mengobrol banyak. Milestonenya, kata pertama keluar maksimal usia 18 bulan. Putra Bunda Lala mulai mengikuti terapi saat usia 3 tahun. Dimulai dengan melakukan sesuai perintah seperti samakan, giliranku-giliranmu, menggunakan media balok, pegs dan kartu bergambar, juga celengan.
Putra Bunda Lala saat usia 1,5 tahun itu belum punya konsep. Jadi dia bisa menyebut ayam, bebek, cicak, tapi belum tentu paham mana itu ayam, bebek dan cicak. Setelah diasses hasilnya, anak kurang stimulasi. Awal terapi Bunda Lala berlarut dalam sedih dan penyesalan, tapi ia malah ‘dimarahi’ oleh terapisnya. Hal ini dikarenakan orang tua harus memberikan energi positif, bukan malah energi negatif. Orang tua juga harus meningkatkan kepercayaan diri anak supaya berani bicara. Yang Bunda Lala pelajari dari terapi putranya adalah, ketika kita melihat anak kita begitu jangan ada denial, harus bersikap menerima sambil segera perbaiki. Alhamdulillah ia kemudian dapat melewati masa denial.
Putra Bunda Lala alhamdulillah sudah lumayan kemajuannya. Walau sekarangpun belum terlalu banyak kosakatanya., namun sudah bisa ngobrol. Bicara jg msh cadel-cadel, ‘alakullihal Alhamdulillah.
Masukan dari Bunda Lala, anak perlu dikenalkan dengan gambar buah, binatang, dan profesi. Bisa juga menggunakan replika buah atau hewan. Wicara ga sekedar bicara, tapi mencakup banyak hal. Berikan perintah “samakan” bisa menggunakan media balok, pegs atau gambar. Ada juga Selsin teraphy, dimana anak diajak main di luar, bermain perosotan, bermain bola dsb. Kegiatan ini juga dapat memperkaya kosakata anak.
Pegs adalah sebuah mainan edukasi berupa satu bilah papan berlubang. Cara menggunakan pegs, satu papan diisi dengan batang dowel dengan warna berbeda. lalu anak diminta menyamakan dengan memasukan sesuai urutan dowel yang disediakan. Fungsinya adalah untuk memahami konsep sama, scanning warna, dan memahami urutan. Klo yang lebih advanced bisa digunakan untuk melatih memori, jadi anak diminta melihat urutan dowel kemudian ditutup dowel yang sudah disusun tadi, kemudian anak diminta menyamakan tanpa melihat contoh. Hal ini juga melatih motorik, kesabaran dan belajar mengikuti perintah. Jadi ketika sekolah nanti anak akan lebih mudah.
Saat terapi Bunda Lala merasa ia juga belajar. Jadi Bunda Lala juga menikmati saat terapi anaknya. Penting bagi para ibu, untuk sering mengajak anak membaca, mengobrol yang mengandung arti perintah, pengenalan benda, warna, bermain di lapangan sambil diajak berbicara seperti ayoo loncat, panjat, jongkok dsb.
Yang menarik dari kisah Bunda Lala adalah ia sempat mengalami fase denial. Denial adalah menolak kenyataan. Denial merupakan bagian dari fase griefing/berduka, fase berikutnya adalah anger (marah), bargain (menawar), depression (depresi) dan acceptance (menerima). Mba Indra Fathiana membantu membuat contoh fase griefing dalam kasus ini. Misalnya ketika mengetahui anak mengalami delayed speech, ibu denial: “ga mungkin anakku telat bicara!”. fase berikutnya adalah anger: “jangan jangan salah orang rumah, gimana sih ga distimulasi”. Pada akhirnya ibu berada pada fase bargain “jadi gimana..terapi wicara berapa lama..hasilnya nanti akan seperti apa?”. Anger yang berlanjut bisa menjadi depression “anakku tamat..dia ga akan berhasil”, namun pada akhirnya, ibu akan menerima keadaan (acceptance): “oke nak, ibu paham dan terima kalo kamu memang telat bicara”
Denial memang fase yg normal saat mengalami kedukaan. Namun kita sebagai orangtua jangan berlarut dalam denial, harus semangaat, keep positif thinking, dan ikhlas supaya energi postif juga bisa mengalir ke anak dan anak jadi percaya diri. Penting juga bagi orang tua untuk mengajarkan konsep kata baru, besar kecil, terapung tenggelam, dan warna. Masukan dari Mba Dewi Sn juga, terbiasa menggunakan Bahasa yang baik (tidak dibuat cadel) adalah salah satu hal penting bagi fondasi perkembangan Bahasa anak.
Dari berbagai sharing Ummis di Grup Whatsapp Mommee 1, saya mendapatkan beberapa kesimpulan. Sebagai ibu, jangan patah arang untuk terus menstimulasi anak, keep working keep going, keep positive thinking, dan berdoa kepada Allah. Anak ibarat sponge, belum bicara banyak sekarang bukan berarti ia tidak mendengar dan menyimpan. Betul?
Alhamdulillah, saat ini Abdurrahman telah berusia 2 tahun 1bulan, dan mulai cerewet menyebut semua benda, aktivitas, dan menghitung dengan bergaya (baca: bahasa enggres :p)
Terima kasih ya Allah, sudah mengenalkanku dengan komunitas yang cerdas dan empati, Mommee.(*)
*Ibu dari Abdurrahman, tinggal di Jakarta.