
MoMMee.org – Dear Mommee, dalam keseharian, sering kali kita mendengar atau bahkan mengucapkan sendiri kata “InsyaAllah”, tapi sudahkah kita memahami makna kata InsyaAllah sebenarnya?
Di dalam Al Quran, Allah SWT menyebutkan kata “InsyaAllah” secara khusus, yaitu pada surat Al-Kahfi (18) ayat 23-24. Berarti kata ini begitu besar makna nya sehingga disebutkan langsung di Alquran.
“Dan jangan sekali-kali kamu mengatakan tentang sesuatu: Sesungguhnya aku akan mengerjakan ini besok pagi, kecuali (dengan menyebut); ‘Insya Allah’.” (QS al-Kahfi [18]:23-24).
Adapun asbabun nuzul (sebab diturunkannya) ayat tersebut, dalam buku Asbabun Nuzul yang disusun oleh KH Q Shaleh dkk (1995), adalah sebagai berikut:
Suatu hari, kaum Quraisy mengutus an-Nadlr bin al-Harts dan Uqbah bin Abi Mu’ith menemui seorang pendeta Yahudi di Madinah untuk menanyakan kenabian Muhammad. Lalu, kedua utusan itu menceritakan segala hal yang berkaitan dengan sikap, perkataan, dan perbuatan Muhammad.
Lalu, pendeta Yahudi berkata, “Tanyakanlah kepada Muhammad akan tiga hal. Jika dapat menjawabnya, ia Nabi yang diutus. Akan tetapi, jika tak dapat menjawabnya, ia hanyalah orang yang mengaku sebagai Nabi. Pertama, tanyakan tentang pemuda-pemuda pada zaman dahulu yang bepergian dan apa yang terjadi kepada mereka. Kedua, tanyakan juga tentang seorang pengembara yang sampai ke Masyriq dan Maghrib dan apa yang terjadi padanya. Ketiga, tanyakan pula kepadanya tentang roh.”
Pulanglah utusan itu kepada kaum Quraisy. Lalu, mereka berangkat menemui Rasulullah SAW dan menanyakan ketiga persoalan tersebut di atas. Rasulullah SAW bersabda, “Aku akan menjawab pertanyaan kalian besok.” Rasul menyatakan itu tanpa disertai kalimat “insya Allah”.
Rasulullah SAW menunggu-nunggu wahyu sampai 15 malam, namun Jibril tak kunjung datang. Orang-orang Makkah mulai mencemooh dan Rasulullah sendiri sangat sedih, gundah gulana, dan malu karena tidak tahu apa yang harus dikatakan kepada kaum Quraisy. Kemudian, datanglah Jibril membawa wahyu yang menegur Nabi SAW karena memastikan sesuatu pada esok hari tanpa mengucapkan “insya Allah”. (QS al-Kahfi [18]:23-24).
Dalam kesempatan ini, Jibril juga menyampaikan tentang pemuda-pemuda yang bepergian, yakni Ashabul Kahfi (18:9-26); seorang pengembara, yakni Dzulqarnain (18:83-101); dan perkara roh (17:85).
Mufassir Ibnu Jarir ath-Thabari dalam Kitab Jaami’ul Bayan menjelaskan, “Inilah pengajaran Allah kepada Rasulullah SAW agar jangan memastikan suatu perkara akan terjadi tanpa halangan apa pun, kecuali menghubungkannya dengan kehendak Allah SWT.
Sungguh agung makna kata “insya Allah” itu. Di dalamnya dikandung makna paling tidak empat hal:
– Pertama, manusia memiliki ketergantungan yang tinggi atas rencana dan ketentuan Allah (tauhid).
– Kedua, menghindari kesombongan karena kesuksesan yang dicapai (politik, kekayaan, keilmuan, dan status sosial.)
– Ketiga, menunjukkan ketawaduan (keterbatasan diri untuk melakukan sesuatu) di hadapan manusia dan Allah SWT.
– Keempat, bermakna optimisme akan hari esok yang lebih baik.
Demikian juga kejadian yang dialami oleh Nabi Sulaiman ‘alaihissalam. Nabi Muhammad shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda, “Sulaiman bin Daud ‘alaihissalam pernah berkata, ‘Sungguh, saya akan menggilir seratus istri saya pada malam ini. Semuanya akan melahirkan anak yang ahli berkuda yang akan berjuang di jalan Allah.’ Lalu temannya berkata kepadanya, ‘Katakanlah ‘Insya Allah’,’ tetapi Nabi Sulaiman tidak mengatakan “insyaAllah”. Ternyata dari semua istrinya tersebut yang hamil hanya seorang istrinya, itupun hanya melahirkan separuh anak (anak yang cacat). Demi Dzat yang menguasai jiwaku, seandainya Nabi Sulaiman mengucapkan ‘InsyaAllah’, pastilah mereka semua akan berjuang di jalan Allah sebagai pasukan berkuda.” (HR. al-Bukhari dan Muslim)
Wallahu’alam bishowab
(dania3rani, 28 April 2016)
Sumber:
Al Quran Al Karim
republika.co.id
kisahmuslim.com